Muhammad Adly (berbaju putih), seorang Konselor Adiksi ketika bercengkrama dengan seorang penyintas untuk dokumentasi IDN Times (Sumber: IDN Times)
Apresiasi – Narkoba atau narkotika dan obat-obatan terlarang merupakan salah satu musuh masyarakat yang gencar dibasmi sejak bertahun-tahun lalu. Namun, semakin hari, semakin banyak pula penyalahgunaan narkoba yang terjadi.
Penyalahgunaan narkoba umumnya disebabkan oleh faktor lingkungan dan ekonomi. Di Indonesia, peningkatan penyalahgunaan narkoba terlihat dari meningkatnya kesenjangan sosial, meluasnya kemiskinan, dan kurangnya edukasi mengenai bahaya narkoba.
Tekanan dari lingkungan sekitar turut memengaruhi peningkatan penggunaan narkoba. Hal ini terlihat dari pengguna narkoba di suatu komunitas sosial yang dapat memengaruhi masyarakat lainnya.
Menurut laporan Indonesia Drugs Report 2023 oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), pada tahun 2022 terdapat sekitar 55,472 kasus penyalahgunaan narkoba berdasarkan jenis narkoba dan 55,452 kasus berdasarkan peran tersangka, seperti produksi, distribusi, dan konsumsi. Pada akhir tahun 2023, BNN melaporkan penurunan prevalensi penyalahgunaan narkoba dari 1,95% pada 2021 menjadi 1,73% pada 2023. Meskipun terdapat penurunan prevalensi, kewaspadaan tetap diperlukan karena dampak buruk penyalahgunaan narkoba dapat menjalar ke lingkungan keluarga hingga masyarakat luas.
Individu yang terdampak narkoba dapat memiliki masalah kesehatan yang serius, baik secara fisik maupun mental. Selain itu, individu yang sudah terbiasa untuk mengonsumsi narkotika dan obat-obatan terlarang tentunya sangat sulit untuk kembali ke lingkungan sosialnya. Mereka biasanya akan mendapatkan pengalaman yang kurang mengenakkan, seperti adanya pengucilan oleh masyarakat dan tidak dapat terpenuhinya kesempatan yang dapat diperoleh selama terpapar narkoba, misalnya kesempatan untuk bersekolah dan ketidakmampuan pecandu untuk memenuhi tanggung jawabnya di masyarakat.
Lebih jauh, penyalahgunaan narkoba dapat memengaruhi kondisi di lingkungan sekitar, di mana masyarakat merasa tidak aman dengan meningkatnya angka kriminalitas yang terjadi. Oleh karena itu, sebagai salah satu tindakan preventif untuk mencegah penyalahgunaan narkoba terulang kembali dan sebagai salah satu bentuk penyembuhan bagi individu yang terpapar narkoba, rehabilitasi menjadi langkah penting untuk memulihkan kondisi dan stabilitas pengguna narkoba agar siap kembali ke masyarakat.
Rehabilitasi narkoba memiliki peran yang sangat penting dalam memulihkan kondisi seorang pecandu narkoba. Peran ini tentunya tidak terlepas dari kontribusi petugas rehabilitasi narkoba yang mendampingi pengguna untuk kembali ke kondisi yang stabil.
Menurut catatan BNN, petugas rehabilitasi narkoba atau lebih dikenal dengan Konselor Adiksi memiliki peran penting untuk mendampingi, merengkuh, dan memberikan motivasi bagi para pecandu narkoba agar berhenti dalam mengonsumsi narkoba.
Untuk memaksimalkan perannya sebagai penaung, para konselor diberikan pelatihan secara rutin dan harus memenuhi syarat Uji Sertifikasi Kompetensi untuk menjaga profesionalitas dan mendukung layanan rehabilitasi yang tersebar di Indonesia. Penyesuaian kompetensi para konselor ditujukan untuk memperbaiki kualitas hidup para pecandu. Hal ini dicapai melalui kegiatan-kegiatan keahlian dasar yang dapat diaplikasikan saat kembali ke masyarakat.
Salah satu contohnya adalah Pusat Rehabilitasi BNN Deli Serdang yang memiliki kegiatan keterampilan dalam membuat alat hand sanitizer injak untuk mendorong produktivitas di dalam pusat rehabilitasi. Oleh karena itu, dedikasi dan pengabdian konselor patut diapresiasi dan dihormati sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang berada di garda terdepan dalam memerangi narkoba di Indonesia.
Untuk mengenal lebih dalam mengenai tugas dan peran konselor, ada baiknya kita berkenalan dengan Muhammad Adly, seorang mantan pecandu narkoba yang kini mengabdikan dirinya sebagai seorang konselor di Lapas Kelas II A Banda Aceh.
Dikutip dari IDN Times, Adly menceritakan kisah hidupnya yang terkekang oleh berbagai jenis narkotika sejak kelas dua Sekolah Menengah Pertama (SMP). Berawal dari rasa penasarannya kepada ‘rasa’ mariyuana atau ganja dan diperburuk oleh lingkup pergaulannya yang juga pecandu narkoba, Adly mulai secara aktif mengonsumsi ganja. Walaupun demikian, Adly menjelaskan bahwa dirinya masih mampu mengontrol ketergantungannya.
Setelah lulus dari bangku SMP dan melanjutkan pendidikannya di Banda Aceh, lingkungan pergaulannya semakin memburuk. Adly tidak segan-segan mengonsumsi obat-obatan terlarang lainnya, seperti sabu, ekstasi, dan heroin atau yang kala itu lebih dikenal dengan etep. Kebiasaan buruk ini pun berlanjut hingga memasuki bangku kuliah. Lebih buruk, Adly bahkan tidak segan untuk mulai mencuri harta keluarganya demi mendapatkan narkoba.
Pada 2008, keluarga Adly memutuskan untuk membawanya secara diam-diam ke pusat rehabilitasi di Kota Bogor, Jawa Barat. Namun, perlu diketahui bahwa usaha untuk menyembuhkan Adly ini bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya, Adly pernah berusaha untuk menjauhkan diri dari barang-barang haram tersebut, tetapi ia menyadari bahwa lepas dari jeratan narkoba bukanlah hal yang sederhana. Hal ini diperburuk dengan lingkungan yang masih aktif dalam penggunaan narkoba.
Setelah memasuki pusat rehabilitasi, Adly tidak lantas keluar dari kecanduan. Dia mengalami masa-masa sulit pada bulan-bulan pertamanya menjalani rehabilitasi. Adly mengalami paranoid, halusinasi, dan sebagian dari dirinya mengalami penolakan terhadap kebiasaan barunya. Namun, hari demi hari, dengan menanamkan konsep kekeluargaan di pusat rehabilitasi yang baru, Adly perlahan mulai sembuh.
Pada tahun 2009, Adly akhirnya dapat terbebas sepenuhnya dari jerat narkoba. Saat Adly sudah kembali ke Aceh, dirinya dipanggil kembali oleh staf yayasan agar dapat membantu program penyembuhan para pecandu lainnya. Adly mengikuti serangkaian latihan kompetensi untuk dapat memenuhi syarat sebagai seorang konselor. Kepada IDN Times, dirinya juga menyatakan bahwa alasannya menjadi seorang konselor pada akhirnya adalah untuk membantu para penyintas narkoba untuk hidup.
Sebagai penutup, Adly meminta kepada pemerintah agar para penyintas dapat diberikan lapangan pekerjaan yang lebih banyak. Selain itu, Adly turut berharap agar generasi masa kini menjauhi narkoba dan penyintas narkoba tidak lagi dikucilkan setelah mereka sepenuhnya bersih.
Kisah inspiratif dari Muhammad Adly, seorang penyintas yang kini menjadi konselor, memberikan pelajaran bahwa apresiasi dan dukungan kepada konselor sangatlah penting. Para pecandu narkoba memiliki kemungkinan besar untuk sembuh dan kembali hidup dengan produktif melalui rangkaian sesi konseling dan rehabilitasi. Kesejahteraan konselor perlu diperhatikan, termasuk mendapatkan hak dasar berupa gaji, tunjangan pokok dan peremajaan, serta pemeliharaan fasilitas rehabilitasi narkoba sebagai tempat penanggulangan terdepan.
Pemeliharaan dan peremajaan dapat dilakukan dengan menyediakan sistem informasi data rehabilitasi yang tersinkronisasi secara nasional sesuai rekomendasi dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan pada 2023. Selain itu, menurut laporan Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, akses rehabilitasi bagi pecandu dapat ditingkatkan melalui maksimalisasi Intervensi Berbasis Masyarakat (IBM) dan penerapan restorative justice untuk mengurangi hukuman pidana serta menerapkan alternatif rehabilitasi. Dengan berbagai upaya dan rekomendasi ini, aplikasi rehabilitasi dan konseling serta para konselor dapat bekerja lebih optimal untuk membantu para pecandu pulih dan kembali produktif.
Secara keseluruhan, kita dapat melihat betapa pentingnya rehabilitasi dalam mengatasi penyalahgunaan narkoba. Rehabilitasi tidak dapat berjalan maksimal tanpa dukungan konselor yang setia mendampingi para penyintas. Kolaborasi semua pihak diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang bebas narkoba.
Marilah kita jadikan Hari Anti Narkoba sebagai momentum untuk memperkuat komitmen dalam mendukung para pahlawan tanpa jubah dan bersama-sama memerangi penyalahgunaan narkoba.
Penulis: Nabiila Ayu Benita
Editor: Nuzulul Magfiroh, Ayu Nisa’Usholihah
Referensi
BNN. (2013, 16 September). Petugas Rehabilitasi Harus Miliki Kompetensi Prima. Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. Diakses pada 20 Juni 2024, dari https://bnn.go.id/petugas-rehabilitasi-harus-miliki-kompetensi-prima/#:~:text=Konselor%20memiliki%20peran%20dan%20fungsi,narkoba%20sehingga%20berhenti%20mengonsumsi%20narkoba.
BNN. (2023). Indonesia Drugs Report Vol. 5 Tahun 2023. Indonesia Drug Report 2023. Diakses pada 20 Juni 2024, dari https://ekatalogperpustakaan.bnn.go.id/flipbooks/BK0354_Indonesia_Drug_Report_2023/index.html
BNN. (2023, 30 November). BNN RI Selenggarakan Uji Publik Hasil Pengukuran Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba Tahun 2023. BNN. Diakses pada 20 Juni 2024, dari https://bnn.go.id/bnn-ri-selenggarakan-uji-publik-hasil-pengukuran-prevalensi-penyalahgunaan-narkoba-tahun-2023/
Kemenko PMK. (2023, 30 Maret). Kapasitas dan Aksesibilitas Layanan Rehabilitasi NAPZA Perlu Ditindaklanjuti | Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia. Diakses pada 20 Juni 2024, dari https://www.kemenkopmk.go.id/kapasitas-dan-aksesibilitas-layanan-rehabilitasi-napza-perlu-ditindaklanjuti
Loka Rehabilitasi BNN Deli Serdang. (2021, 25 Februari). Kegiatan Keterampilan Hidup Dasar. Loka Rehabilitasi Deli Serdang | Badan Narkotika Nasional. Diakses pada 20 Juni 2024, dari https://lokarehabdeliserdang.bnn.go.id/kegiatan-keterampilan-hidup-dasar/
Saifullah, M. (2022, 27 Juni). Kisah Adly Mantan Pemakai Jadi Konselor Rehabilitasi Narkoba. IDN Times Sumut. Diakses pada 20 Juni 2024, dari https://sumut.idntimes.com/life/inspiration/muhammad-saifullah-3/kisah-adly-mantan-pemakai-kini-jadi-konselor-rehabilitasi-narkoba?page=all
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. (2023, 24 Juni). Sekretariat Kabinet Republik Indonesia | Penanggulangan Bahaya Narkotika Melalui Rehabilitasi. Setkab. Diakses pada 20 Juni 2024, dari https://setkab.go.id/penanggulangan-bahaya-narkotika-melalui-rehabilitasi/




