Chairil Anwar, sosok dibalik Hari Puisi Nasional (Sumber: detik.com)
Apresiasi – Hari Puisi Nasional diperingati pada tanggal 28 April setiap tahunnya. Pemilihan tanggal tersebut bukan tanpa sebab. Sejarah mencatat bahwa Hari Puisi Nasional diambil dari hari wafatnya salah satu tokoh sastrawan sekaligus penyair terbaik Indonesia, Chairil Anwar yang menghembuskan nafas terakhirnya pada 28 April 1949.
Puisi sering dipandang sebelah mata hanya sebagai sebuah produk estetika kata saja. Padahal, puisi sejatinya merupakan seni ekspresi diri yang tersusun dari beberapa komponen dan memiliki definisi yang lebih kompleks.
Menurut Suroto (2001: 40), puisi adalah salah satu karya sastra yang berbentuk pendek, singkat, dan padat yang dituangkan dari isi hati, pikiran, atau perasaan penyair dengan segala kemampuan bahasa yang pekat, kreatif, serta imajinatif. Sedangkan menurut Pradopo (2009), dalam bukunya ia mengatakan bahwa puisi berasal dari pemikiran seseorang yang dapat merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama sehingga dapat membangkitkan perasaan pembaca.
Sejalan dengan beberapa definisi yang telah disebutkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa puisi ialah ungkapan hati, pikiran, atau pun perasaan penyair melalui bahasa yang pekat, kreatif, serta imajinatif untuk menyampaikan pesan dan membangkitkan perasaan pembaca.
Sebagai generasi muda, penting bagi kita untuk mempelajari seluk beluk puisi agar bisa lebih memaknai Hari Puisi Nasional. Mengingat puisi saat ini juga terus berkembang merepresentasikan zamannya.
Di era perkembangan teknologi seperti sekarang, puisi masih bertahan dan justru semakin eksis. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, di antaranya karena perkembangan struktur isi puisi itu sendiri dan juga pengaruh perkembangan kecanggihan teknologi. Jika pada zaman dahulu puisi sangat terikat dengan rima, matra, larik, dan bait yang membuat puisi terkesan seperti karya sastra strict, maka saat ini puisi telah bertransformasi jauh dari jati dirinya.
Puisi yang beredar di masa kini, atau yang akrab disebut dengan puisi modern, struktur isinya cenderung lebih bebas. Puisi modern lebih eksperimental dan mengutamakan kebebasan berekspresi sehingga tidak terikat oleh rima, matra, larik, dan bait.
Perkembangan kaidah puisi dipelopori oleh Mohammad Yamin, yang menyimpangi konvensi penulisan puisi lama (tradisional). Umumnya, puisi berlarik empat pada tiap baitnya. Namun, sajak “Tanah Air” karya Mohammad Yamin berlarik sembilan baris tiap baitnya.
Dalam sajak, Mohammad Yamin juga mencantumkan perasaan pribadi yang individual. Perasaan pribadi individual seorang penyair ini sebelumnya belum pernah terdapat dalam puisi lama (Teeuw, dalam Pradopo 1991). Tidak hanya itu, gaya ekspresi puisi semakin lama juga semakin bervariasi, seperti gaya romantik dan realisme.
Perkembangan puisi tentu saja beriringan dengan perkembangan teknologi. Di era yang serba digital, publikasi puisi semakin mudah untuk dilakukan oleh siapa saja dan di mana saja melalui platform-platform online seperti web, blog, aplikasi, ataupun media sosial. Kecanggihan teknologi ini telah menjadi life changer dalam perkembangan puisi.
Bagaimana tidak, puisi yang awalnya hanya dipublikasikan melalui penerbit berupa kertas atau buku, saat ini justru tersebar luas di media online. Platform-platform online mulai bermunculan dan menawarkan kemudahan publikasi bagi seorang penyair serta kemudahan akses bagi para pembaca. Oleh karena itulah, publikasi online lebih diminati oleh masyarakat zaman sekarang.
Ada berbagai macam jenis media publikasi, di antaranya berbentuk web gratis seperti medium, telegraph, notion, blog, write.as, dan lain sebagainya serta berbentuk aplikasi seperti wattpad dan fizzo. Selain itu, bagi generasi muda yang gemar mencurahkan isi hatinya, publikasi puisi juga sering kali dilakukan melalui media sosial pribadi, seperti X, Instagram, Facebook, Threads, dan story Whatsapp.
Contoh nyata dari penggunaan media sosial sebagai sarana publikasi ialah seorang Instapoet bernama Rupi Kaur (RK) dengan jutaan pengikut di akun Instagram @rupikaur_. Jayantini dkk. (2019) melakukan penelitian terhadap diksi yang mempengaruhi popularitas sang Instapoet. Hasil penelitian terkait dengan diksi yang digunakan Rupi Kaur, yaitu:
(1) diksinya mengeksplorasi persoalan perempuan dan nilai kemanusiaan, (2) diksi yang digunakan membuat pembaca berempati melalui majas pertentangan yang digunakan. Melalui kedua ciri diksi ini, pembaca dapat terlibat secara mendalam dan seolah mengalami peristiwa yang dicitrakan dalam puisi Rupi Kaur. Dengan cara ini, puisi dapat terkesan membumi. Pilihan diksi yang tidak rumit membuat puisi Rupi Kaur cepat terkenal hingga mendapat 3,7 juta pengikut dengan 850 postingan pada pertengahan 2019.
Semakin banyaknya platform yang menyediakan kemudahan publikasi dan akses, tidak menutup kemungkinan akan ada bakal calon-calon penyair baru dengan kreativitasnya yang membawa angin segar bagi perkembangan puisi.
Eksistensi puisi di era digital termasuk kedalam sastra cyber yang secara tidak langsung membentuk suatu budaya baru, memperluas apresiasi puisi, dan membangun komunitas yang kuat di dunia maya. Tantangan-tantangan yang bermunculan nantinya akan berbeda dari era puisi tradisional yang dicetak melalui instansi penerbitan formal.
Adapun beberapa tantangannya yaitu autentisitas, peraturan kebebasan berekspresi, penilaian estetika puisi, dan lain sebagainya. Meskipun tantangan baru akan terus muncul, perkembangan puisi modern di era digital memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan literasi masyarakat di Indonesia dengan kemudahannya.
Penulis: Qonita Fauziah
Editor: Ayu Nisa’Usholihah
Referensi:
Jayantini, dkk. (2019). Membumikan Puisi Melalui Instagram: Analisis Diksi Dalam Puisi Seorang Instapoet Rupi Kaur. Prosiding Seminar Nasional Bahasa, Sastra, Dan Seni (Sesanti), 174–192. Retrieved from https://eprosiding.fib-unmul.id/index.php/sesanti/article/view/15
Pradopo, R.D. (1991). Sejarah Puisi Indonesia Modern: sebuah Ikhtisar. Humaniora, no. 2, 1991, doi:10.22146/jh.v0i2.2158.
Pradopo, R.D. (2009). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suroto. (2001). Apresiasi Sastra Indonesia : Teori dan Bimbingan (untuk SMU). Jakarta: Erlangga.




