Konser Musik Mahasiswa: Hiburan atau Gengsi?

Feature – Konser musik seakan telah menjadi tradisi tahunan yang wajib digelar setiap tahun di kalangan mahasiswa. Tak ayal, mulai dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS), hingga Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) berlomba-lomba menyumbang jumlah rekam jejak pagelaran musik di universitas. 

Maraknya konser musik di lingkup mahasiswa, menimbulkan satu pertanyaan besar. Apa sebenarnya urgensi dan esensi yang ingin dipertontonkan? Konser musik diakui sukses mengajak para penontonnya larut dalam euforia konser. Namun, benarkah kebutuhan akan panggung hiburan merupakan alasan tunggal

Organisasi-organisasi kemahasiswaan di atas tak tanggung-tanggung mengundang penyanyi-penyanyi ternama tanah air untuk mencetak rekor sejarah mereka sendiri dalam pagelaran konser di lingkup universitas. 

Mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta Ratna Amelia menjelaskan bahwa pagelaran musik digelar tak lebih dan tak bukan dengan alasan harga diri atau kebanggaan.

“Urgensi dan esensinya kalau yang ngadain itu organisasi jelas pride ya yang utama, karena dengan ngadain konser gitu pasti secara nggak langsung nama organisasi tuh keangkat pasti,” jelasnya ketika dimintai keterangan melalui jejak reporter Awak Manunggal pada Senin (13/02). 

Konser musik masih dianggap sebagai media yang paling baik untuk menaikkan popularitas dan mem-branding nama organisasi. Selain reputasi dan kemasyhuran, organisasi penyelenggara akan dipandang mampu dan berhasil untuk mengorganisasi segala program kerja yang mereka laksanakan.

“Pada dasarnya konser musik itu aslinya baik ya, itu salah satu bentuk refreshing kita di tengah padatnya kuliah, apalagi kalau guest star-nya adalah idola kita. Pasti have fun banget,” ungkap mahasiswa Ilmu Komunikasi Risa Nurhaliza.

Namun, urgensi ini perlahan bergeser menjadi ajang untuk menunjukkan siapa organisasi yang lebih berhasil dalam menyelenggarakan pagelaran musik. 

Kompetisi yang demikian malah dinilai negatif dan tak jarang menjadi bumerang bagi si empunya acara. Demi memenuhi ekspektasi akan mementaskan sosok penyanyi ternama, tuan rumah terkadang lupa bahwa banyak hal yang perlu disiapkan dan dikorbankan. 

Jika ide luar biasa yang dituturkan tak sepadan dengan upaya yang dikerahkan, mau tak mau pertunjukan musik urung dilaksanakan. 

Anggota BEM Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Muhammad Ardan menjelaskan bahwa kondisi finansial, komunikasi, dan transparansi yang buruk di antara panitia menjadi penyebab utama kegagalan konser musik.

“Memang masalah utamanya itu sebenarnya ada di pendanaan dan masalah kedua ada di kepanitiaannya yang kurang transparan, komunikasi antar panitia kurang, akhirnya acara pun sulit untuk diwujudkan,” jelasnya.

Melihat salah satu rancangan konser luar biasa yang digagas oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) bertajuk Music Library yang memiliki ide dan gagasan apik nan menarik. 

Namun, hingga saat ini, pagelaran musik mewah nan meriah tak kunjung di garap. Entah belum matang atau diburu waktu, konser ini dibatalkan begitu saja. 

Menengok kembali kronologinya, panitia konser Music Library menggadang-gadang konser akan terlaksana pada 22 Oktober 2022. Namun, karena adanya kesalahan perhitungan keuangan, aksi panggung Virzha dan kawan-kawannya ditunda. 

Delapan hari setelah pemberitahuan penundaan konser tepatnya pada tanggal 4 November 2022, melalui postingan instagram @musiclibrary__, panitia mengumumkan bahwa Music Library resmi dibatalkan.

Sebagai tanda permintaan maaf, panitia penyelenggara bersedia melakukan pengembalian dana melalui google formulir dengan mengisi beberapa data sebagai persyaratan administratif. Pengembalian dana baru dapat dicairkan setelah 30 hari, terhitung dari masa validasi data. 

Namun, hingga awal Februari 2023, penonton tak kunjung mendapatkan pengembalian dana. Hanya segelintir pihak yang berhasil mendapat uang mereka kembali. Jelas hal ini  menimbulkan kekecewaan besar, terlebih perjanjian pengembalian dana yang masih belum terlaksana sejak bulan November lalu. 

Menagih janji panitia penyelenggara, banyak penonton yang mulai menghubungi langsung narahubung acara maupun melalui laman media sosial, seperti Instagram dan Twitter. Ratusan komentar pun memenuhi laman Instagram @musiclibrary_. 

Mending ga usah kasih kontak whatsapp yang bisa dihubungi kalo tiap di WA ga ada yang di bales, gausah janjiin maksimal refund 30 hari kalo kalian gabisa nepatin, gausah bilang kalo hal hal terkait refund bakal kalian update di ig? Halooo buktinya senyap senyap aja,” tulis pengguna Instagram @ode*****.ee

Mantan panitia konser musik DIPOFEST Annisa Az-Zahra juga buka suara. Ia mengungkapkan bahwa kegagalan konser musik sebenarnya fenomena yang lumrah dan wajar. Namun, panitia, selaku pihak yang bertanggung jawab tidak lantas menutup mata dan telinga. 

“Konser musik gagal digelar itu wajar sih sebenarnya, asalkan mereka punya alasan yang jelas dan bisa dijelaskan kepada masyarakat yang udah beli tiket. Bertanggung jawab akan me-refund uang, kecuali kalau konser musik gagal atau sering di-cancel tapi mereka menggantungkan, tanpa mempunyai alasan yang jelas dan malah menghilang,” ungkapnya ketika dimintai keterangan oleh Awak Manunggal pada Senin, (13/02).

Ketidaksiapan panitia menjadi salah satu alasan utama kegagalan konser dapat terjadi. Untuk kesempatan mendatang, pengalaman-pengalaman serupa dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam menggarap acara. Sekali lagi, tidak hanya semata-mata untuk memenuhi gengsi dan harga diri.

 

Reporter : Hesti Dwi Arini, Adira Khania

Penulis    : Adira Khania, Hesti Dwi Arini

Editor     : Fahrina Alya Purnomo

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top