Tunggu, Raden! Raden yang Mencuri?

Kover buku Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom, diterbitkan oleh Penerbit Banana. (Sumber: Goodreads.com)

 

Buku – Bayangkan dirimu adalah Sungu Lembu, Pangeran Kerajaan Banjaran Waru yang sedang menjalankan misi balas dendam mengincar kepala Prabu Watugunung, Raja dari Kerajaan Gilingwesi, yang telah lama menjajah Banjaran Waru. Di tengah perjalanan balas dendam itu, kau bertemu dengan Raden Mandasia, salah satu pangeran dari Kerajaan Gilingwesi, dan mau tak mau harus menjalani pengembaraan bersama-sama. Kau dan Raden Mandasia punya misi yang berbeda: yang satu hendak membunuh Watugunung dan menghancurkan Kerajaan Gilingwesi, sedangkan satu lagi berupaya menyelamatkan Kerajaan Gilingwesi dari haus kekuasaan.

Pengembaraanmu bersama Raden Mandasia ternyata tidak biasa. Raden Mandasia, dengan kelihaiannya memainkan pisau, ternyata amat suka mencuri seekor sapi gemuk entah milik siapa, lantas menyembelihnya. Sejak saat itulah, kau turut menggemari kegemaran janggal sang raden. Namun, akankah kau sanggup menghadapi nafsu makannya yang amat besar?

Di tengah kelangkaan novel epik-kolosal dalam khazanah kesusastraan Indonesia, Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi—selanjutnya disingkat Raden Mandasia—muncul dengan narasi cerita yang menyenangkan. Dalam berbagai cerita epik-kolosal yang sering kita temukan pada khazanah kesusastraan negara lain, yang banyak ditonjolkan adalah kisah-kisah heroik dari para tokohnya yang berhasil menyelamatkan sesuatu serta berbagai pertarungan besar antartokoh dengan jurus-jurusnya yang menakjubkan. Akan tetapi, Raden Mandasia berbeda. Yusi Avianto Pareanom menghadirkan sebuah cerita epik-kolosal tanpa heroisme serta sedikit laga besar. Dengan kata lain, Yusi banyak menghadirkan, menurut ungkapan Geger Riyanto, cerita “main-main” melalui kekanak-kanakan, kebodohan, dan kejanggalan tokoh-tokohnya—yang sangat amat tidak pantas menjadi sifat tokoh pahlawan dalam sebuah novel epik-kolosal.

Sungu Lembu, tokoh “aku” dalam novel ini, adalah seseorang yang pendendam, berperasaan labil, bernafsu besar, dan senang meng-“anjing”-kan tokoh lain. Sepanjang perjalanan, Sungu Lumbu kerap kali iri ketika Raden Mandasia lebih mahir saat belajar dan melakukan sesuatu. Di sisi lain, Raden Mandasia jugalah seorang pangeran yang ganjil, suka mencuri sapi, tetapi lantas membayar sapi yang telah disembelihnya dengan segelintir koin emas, polos, juga bernafsu besar (dalam hal makan dan seks).

Namun, berbagai sifat janggal yang terdapat dalam diri mereka nyatanya dapat ditolong dengan kemahiran-kemahiran mereka pula. Sungu Lembu diajar secara keras oleh ayah angkatnya, Banyak Wetan: mulai dari diam-diam diberi racun dalam makanan supaya ia bisa mengenali berbagai jenisnya, diajarkan mengenali berbagai jenis bumbu makanan, sampai dilatih beraktivitas fisik dan bertarung dari pagi sampai malam. Semuanya itu menjadikan Sungu Lembu memiliki insting yang tinggi dan kemampuan bertarung yang baik. Sementara itu, Raden Mandasia merupakan seorang yang kuat dan keras karena ia anak dari Prabu Watugunung. Ia memiliki kemahiran memasak tingkat tinggi, permainan pisau dan pedang yang lincah dan tangkas, serta kemampuan belajar sesuatu dengan cepat. Segala sifat dan kemampuan dari keduanyalah yang membuat laga-laga kecil dan besar dalam novel ini menjadi asyik sekaligus menegangkan.

Akibat sifat dan perangai mereka berdua, Yusi pun mesti menentukan, “Nuansa apa yang akan dibangun dalam novel ini? Lantas, bagaimana strategi berceritanya?” Penentuan itu pun sampai pada satu pilihan: nuansa vulgar dengan strategi bercerita main-main. Nuansa vulgar ini disokong dari narasi kegiatan seksual antartokoh (kau tahu, Sungu Lembu dan Raden Mandasia adalah lelaki pada umumnya) dan umpatan-umpatan yang dilontarkan para tokohnya (seperti anjing, tapir buntung; sialan dan bajingan). Strategi main-main dipilih dalam arti narasi-narasi yang muncul bukanlah narasi-narasi yang liris atau permainan kata yang indah, tetapi lebih pada kegamblangan penceritaan terhadap berbagai peristiwa yang terjadi (Riyanto, 2021).

Pada dasarnya, Raden Mandasia menggunakan bumbu cerita yang sudah sangat biasa, yakni tragedi dan kematian. Perang dalam cerita epik-kolosal tidak menutup kemungkinan banyak tokoh-tokoh yang akan mati. Dalam hal ini, Raden Mandasia pada bab “Perang Besar” turut mati. Beberapa bagian terakhir dalam novel ini mengajak pembaca untuk lebih merenungkan hakikat kemanusiaan dalam sebuah perang yang, tak jarang, dapat membuat kita sedih, bahkan menangis.

Di sisi lain, novel ini juga menyelipkan berbagai komedi yang bisa membuat pembaca tertawa kecil sampai terpingkal-pingkal atas sikap para tokohnya yang menggelikan. Bab “Sang Juru Masak” dan “Tiga Lelaki dan Seekor Anjing yang Berlari” banyak sekali memunculkan peristiwa yang menggembirakan perasaan pembaca: bagaimana sang juru masak Loki Tua, pada satu sisi, bisa sangat kagum dengan Raden Mandasia, tetapi di sisi lain terus-menerus memaki Sungu Lembu; atau bagaimana perasaan Loki Tua setelah menyadari anjing kesayangannya dimasak jadi rica-rica yang amat enak.

Pada Bab “Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi” dan “Rumah Dadu Nyai Manggis”, pembaca akan menemukan kelezatan daging sapi yang diolah oleh Raden Mandasia  dan Nyai Manggis di rumah dadunya (red, tempat makan sekaligus pelacuran). Di rumah dadu itu jugalah, segala erotika antara Nyai Manggis dan Sungu Lembu terjadi. Sungu Lembu dan Nyai Manggis menjalin hubungan romantis-erotis yang sangat menggoda birahi pembaca (termasuk saya, tentu saja).

Raden Mandasia adalah salah satu bentuk kesegaran baru dalam khazanah fiksi Indonesia. Yusi Avianto Pareanom menawarkan cara penceritaan yang masih amat jarang dipakai serta keberagaman kuliner dan persilangan dongeng dari berbagai negara. Ada kisah Nabi Yunus yang dibuang ke laut, kisah Kera Sakti dalam perjalanannya menuju Barat,  kisah sejarah tanah Jawa, dan kisah sang anak Sangkuriang yang menikahi ibunya sendiri.

Dengan berbagai kekayaan literatur yang hadir, membaca Raden Mandasia adalah pengalaman membaca yang amat berkesan dan tidak akan terlupakan. Bersama Raden Mandasia, kalian akan berkeliling ke seluruh dunia!

 

Penulis: William Bradley Christianto

Editor: Nuzulul Magfiroh

 

Referensi:

Riyanto. Geger. 2021. “Main-Main dengan Semesta Main-Main Raden Mandasia”. www.tengara.id. Diunggah pada 19 Agustus 2021, diakses pada 3 Maret 2025 melalui https://tengara.id/esai/main-main-dengan-semesta-main-main-raden-mandasia/.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top