Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya (MK) menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta pada Rabu (26/2). (Sumber: Antara)
Peristiwa – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan sembilan tersangka atas dugaan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada Perseroan Terbatas (PT) Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023 pada Senin (24/2). Diketahui, negara mengalami kerugian hingga mencapai Rp 193,7 triliun.
Rincian kerugian tersebut mencakup kerugian ekspor sebesar Rp 35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker mencapai Rp 2,7 triliun, dan kerugian impor Bahan Bakar Minyak (BBM) melalui broker sekitar Rp 9 triliun. Tak hanya itu, kerugian pemberian kompensasi pada tahun 2023 mencapai angka Rp 126 triliun dan kerugian pemberian subsidi hingga Rp 21 triliun.
Tersangka diduga menjadi dalang di balik proses blending atau pengoplosan kilang minyak jenis Research Octane Number (RON) 88 dan RON 90 menjadi RON 92. Pada awalnya, Kejagung menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini. Empat di antara tujuh tersangka merupakan direktur Sub Holding PT Pertamina. Sementara, tiga lainnya adalah broker swasta.
Mereka adalah Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga. Ada juga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional. Kemudian, ada Yoki Firnandi (YF) yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina International Shipping dan Agus Purwono (AP) yang selaku Vice President (VP) Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Di sisi lain, tiga pihak swasta yang turut menjadi tersangka dalam kasus ini adalah Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku Beneficially Owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, serta Gading Ramadhan (GR) yang juga merupakan Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak.
Selain tujuh tersangka tersebut, Kejagung menangkap dua tersangka baru yang diduga turut berkontribusi dalam kasus korupsi ini. Dua tersangka tersebut adalah Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga dan Edward Corne (EC) selaku Vice President (VP) Trading Produk PT Pertamina Patra Niaga. Bersama ketujuh tersangka sebelumnya, mereka memerintahkan pengoplosan RON 90 dan RON 88 (setara Pertalite) untuk menghasilkan RON 92 (setara Pertamax).
Selain tuduhan mengenai pengoplosan BBM, Kejagung juga mengajukan tuntutan lainnya. Perusahaan minyak terbesar itu diduga sengaja tidak mengolah minyak bumi dalam negeri dengan alasan kilang minyak kurang cocok sehingga harus membeli minyak mentah dan siap jual dari luar negeri.
Impor minyak mentah diduga dilaksanakan setelah penyidik menyatakan tiga tersangka yakni RS, SDS, dan AP melakukan pengkondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) untuk mengurangi produksi kilang. Akibatnya, minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya.
Pihak Pertamina sempat membantah tuduhan tersebut dan mengungkapkan bahwa Pertamax yang dijual di pasaran sudah sesuai dengan spesifikasi yang seharusnya. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, berani menjamin bahwa dugaan blending Pertamax tidak benar adanya.
“Spesifikasi bahan bakar yang disalurkan ke masyarakat sudah sesuai dengan peraturan yang ditetapkan pemerintah,” ujar Heppy melalui keterangan tertulis pada Selasa (25/2).
Heppy juga mengklaim bahwa yang terjadi bukanlah pengoplosan melainkan proses injeksi warna (dyes) untuk membedakan warna dua bahan bakar sehingga masyarakat juga lebih mudah dalam mengenalinya. Ada pula proses injeksi aditif untuk meningkatkan kualitas Pertamax.
PT Pertamina melakukan proses quality control dengan cukup ketat dan pengedarannya diawasi oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi.
“Kami memiliki tata kelola perusahaan (red, Good Corporate Governance) yang baik sehingga dapat maksimal dalam memenuhi kebutuhan masyarakat,” tambah Heppy.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, membeberkan bukti yang mendukung dugaan korupsi di perusahaan tersebut. Kejagung menemukan bahwa dua tersangka baru, yakni MK menyetujui EC sepakat akan mark up harga distribusi yang dilakukan JF.
“Tapi penemuan penyidik tidak begitu, Ada RON 90 atau 88 diblending dengan 92. Jadi RON sama RON seperti yang sudah disampaikan,” kata Qohar saat ditemui di Kantor Kejagung pada Rabu (26/2).
Qohar juga mengungkapkan bahwa dua tersangka baru, yakni MK dan EC diduga menyetujui mark up atau penggelembungan dana pengiriman yang dilakukan oleh JF. Akibatnya, Pertamina harus membayar tarif sebesar 13%-15%. Dana tersebut kemudian sampai ke tersangka MKAR dan DW. Hal ini dianggap Qohar melawan hukum.
Pengoplosan BBM oleh Pertamina dilakukan di terminal PT Orbit Terminal Merak yang dimiliki bersama oleh dua tersangka, yakni MKAR dan GRJ.
“Tersangka membeli RON 90, 88, dan di bawah RON 92 dari luar negeri. Hasil impornya dimasukkan ke tempat penyimpanan di Merak, Banten. Nah, baru kemudian diblendlah di situ agar kualitasnya jadi trademark RON 92 yang beredar saat ini,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar saat dihubungi oleh BBC News Indonesia pada Selasa (25/2).
Melalui keterangan resmi Pertamina, Vice President Corporate Communication PT Pertamina, Fajar Djoko Santoso mengaku pihak Pertamina akan tetap taat dan mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
“Pertamina menghormati Kejaksaan Agung dan aparat penegak hukum yang sedang melaksanakan tugas dan kewenangannya melalui pemeriksaan tersebut,” ucap Fajar pada Selasa (25/2).
Fajar juga menyebutkan bahwa Pertamina akan kooperatif selama proses pemeriksaan. Pertamina juga akan bekerja dengan mengedepankan akuntabilitas dan transparansi ke depannya untuk membantu memenuhi kebutuhan rakyat akan bahan bakar.
Penulis: Raisya Nurul Khairani
Editor: Nuzulul Magfiroh, Nurjannah
Referensi
BBC. (2025, Februari 25). Kronologi dua pejabat Pertamina jadi tersangka baru korupsi minyak mentah, diduga memerintahkan ‘oplos’ atau blending RON 90 jadi Pertamax. Diakses melalui https://www.bbc.com/indonesia/articles/czxn8l00w9do
CNN Indonesia. (2025, Februari 26). Fakta-fakta Dugaan Korupsi Minyak Mentah Pertamina. Diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/nasional/20250226072821-12-1202491/fakta-fakta-dugaan-korupsi-minyak-mentah-pertamina
CNN Indonesia. (2025, Februari 27). Daftar 9 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Minyak Mentah Pertamina. Diakses Melalui https://www.cnnindonesia.com/nasional/20250227073550-12-1202923/daftar-9-tersangka-kasus-dugaan-korupsi-minyak-mentah-pertamina
Tempo. (2025, Februari 25). Kejagung Ungkap Modus Korupsi Pertamina Ron 90 Dioplos Jadi Pertamax. Diakses pada https://www.tempo.co/video/arsip/kejagung-ungkap-modus-korupsi-pertamina-ron-90-dioplos-jadi-pertamax-1212123
Tempo. (2025, Februari 26). Penjelasan Lengkap Pertamina Soal Dugaan Korupsi Minyak Mentah hingga Pengoplosan. Diakses melalui https://www.tempo.co/ekonomi/penjelasan-lengkap-pertamina-soal-dugaan-korupsi-minyak-mentah-hingga-pengoplosan-1212330