Maniak Berujung Mangkrak: Pembangunan IKN setelah peralihan pemerintahan

Desain Ikonik Garuda dan Gedung Kepresidenan di IKN (Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi)

 

Opini – Cita-cita besar untuk meninggalkan legasi setelah masa kepemimpinan 10 tahun Joko Widodo justru menunjukkan sikap asal-asalan, karena pada akhirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) berujung mangkrak. Janji dengan dalih berkelanjutan yang dipikul oleh Prabowo, Presiden saat ini, ternyata omong kosong belaka. Pernyataan Menteri Pekerja Umum (PU), Dody Hanggodo, terkait pemblokiran dana  untuk agenda utama, yakni Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi bukti bahwa IKN tidak berprogres dan hanya sebuah ambisi bersanding legasi bertalu anggaran yang tinggi.

Untuk dipuji-puji setelah menjabat selama 10 tahun, lahirlah ide membuat sebuah legasi yang mengorbankan banyak hal. Alih-alih capaian yang matang, justru pembangunan IKN berorientasi pada pengerjaan yang ugal-ugalan. Tertanda pada banyak hal, mulai dari 250 ribu hektar hutan  yang habis dibabat demi berdirinya keangkuhan atas nama pemindahan ibu kota. 

Tidak hanya itu, flora dan fauna kehilangan tempat tinggal, ruang hidup masyarakat dirampas, beserta dengan tanah dan kebun mereka. Uang negara pun tergerus walau di awal ada iming-iming terkait dengan investor. Namun apa daya, setelah pencetus IKN tersebut lengser, justru tak ada investor seperti yang diagung-agungkan, karena terbukti, IKN justru tak bisa dilanjutkan, entah dalam waktu berapa lama. Hingga akhirnya, semua pengorbanan atas nama IKN justru menjungkir balik kehidupan warga setempat.

Ambisi untuk dikenang ini menciptakan persoalan-persoalan baru. Pembangunan 3 tahun terakhir yang menghabiskan Rp 70 triliun, hanya berakhir pada pembangunan berbagai gedung, mengongkosi para influencer dan menerbangkan menteri, pejabat sampai tamu negara, dan akhirnya IKN mengalami stagnasi. Setelah melabrak semua kepatuhan demokrasi dan mengubah aturan hukum, cita-cita untuk membangun sebuah kota baru yang menjadi legasi 10 tahun kepemimpinan ini justru sekadar dipakai sebagai perayaan simbolis oleh mantan Presiden Joko Widodo pada 17 Agustus 2024 , di mana menghabiskan dana sebesar Rp 87 miliar.

Kini pemerintahan berganti, selama Prabowo berpidato, sama sekali tak pernah terbesit rupa pembangunan IKN yang matang, selain berkoar-koar soal keberlanjutan. Hal ini menjadi kekhawatiran, sebab tampaknya IKN akan menjadi anak tiri, di tengah program prioritas Prabowo yang sedang memangkas anggaran di sana-sini. Tidak hanya itu, problema IKN akan lebih kompleks dari yang terlihat, karena setelah mangkrak, banyak hal yang jadi catatan hitam, dari ibu kota yang dinanti tetapi tak jadi.

 

Dana yang Dihabiskan

Pembangunan IKN diperkirakan akan menghabiskan dana sekitar  Rp 466 triliun, dengan total 3 sumber dana utama, yaitu dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Rp 89,4 triliun atau 19 persen, Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) sekitar Rp 253,4 triliun yang setara dengan 54 persen, kemudian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sekitar Rp 123 triliun yang setara dengan 27 persen. 

Setelah menghabiskan triliunan rupiah, pembangunan berakhir kala Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan dana untuk IKN tak ada. Barangkali karena pemerintah sedang berkonsentrasi terhadap program primer yang sedang berjalan, sehingga menelantarkan pembangunan ibu kota yang sudah meraup uang negara. 

Apakah investor asing benar-benar ada? Lalu mengapa tidak diteruskan bila negara tak lagi menyanggupi pembangunan karena peralihan anggaran? Ke mana perginya semua investor yang selama ini diagung-agungkan oleh mantan presiden dan semua jajarannya? Apakah IKN di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur akan segera menjadi kota mati? Semua pertanyaan tersebut, hanya ada jawabannya pada presiden terdahulu sebelum Prabowo. Namun beberapa saat lalu, kala media meminta tanggapannya, Joko Widodo justru menjawab enteng dan tiada merasa berdosa, “jangan tanya saya, tapi ke pemerintah,” tuturnya.

Semua bangunan yang sudah berdiri, ada yang rampung dan masih proses, terhitung sebagai pengeluaran. Tentu tidak sedikit, sebab sedari awal ambisi ini bertumpu pada ketergesaan. Bahwa semua yang sudah, sedang dan akan dibangun, bahkan sampai masa penundaannya adalah uang yang dihambur-hamburkan. Bukankah setidaknya dengan pengeluaran yang begitu besar, masih banyak sektor yang bisa menggunakannya, jika tak ada ambisi beringas ini? 

Selain itu, persoalan keberlanjutan yang selama ini dibawa Prabowo pada masa kampanye justru tidak tampak pada pembangunan IKN. Seperti kacang lupa kulit, begitu saja presiden ke-8 ini lupa bahwa ada peninggalan yang harus diteruskan, yakni pemindahan ibu kota. Akan tetapi, karena dana yang terbatas dan terengap-engap untuk melanjutkan pembangunan, Prabowo tampaknya tidak peduli akan keberlanjutan yang Jokowi taruh di pundaknya. Maka terbenamlah harap-harap pemindahan ibu kota. Sehingga anggaran yang miliaran itu pun terpaksa lenyap bersama dengan waktu yang tak dapat ditentukan, tentang kapan ibu kota dapat dirampungkan. 

 

Hutan yang Habis Ditebang

Carut-marut lain selama pembangunan IKN adalah hutan yang habis dibabat menggunakan alat-alat berat. Dalam Laporan Project Multatuli – yang selanjutnya akan disebut PM, berjudul “Membongkar Warisan Ugal-ugalan Pembangunan IKN Ala Jokowi” menceritakan seorang perempuan bernama Karisma yang memiliki lahan seluas 2 hektar habis rata dengan tanah. Lahan Karisma tergusur karena terimbas pembangunan proyek bandara VVIP IKN. 

Pemerintah juga menambah cakupan wilayah IKN seluas 4.162 hektar melalui skema Bank Tanah, di luar pembangunan seluas 252.660 hektar yang tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2023 dan UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Menurut laporan PM, Bank Tanah memfasilitasi pemerintah Indonesia untuk meluluskan proyek pembangunan IKN dan bandara Very Very Important Person (VVIP) serta jalan tol. 

Jaminan fasilitas ini justru menghempas warga karena pada Februari 2024, sembilan petani di Pantai lango (lokasi pembangunan bandara VVIP IKN) ditangkap dan rambut mereka digunduli karena memperjuangkan tanahnya yang dicaplok Bank Tanah. 

Tidak hanya itu, sikap semena-mena aparat ketika memasang plang dan patok Bank Tanah pada akhir 2021 dengan tulisan: Tanah Negara dalam Penguasaan Bank Tanah. Dilarang Melakukan Kegiatan Pemanfaatan Tanah Tanpa Izin Bank Tanah. Warga yang tidak diberitahu hal tersebut justru heran dan berseteru dengan aparat untuk mencabut plang. Namun, hari ke hari, berkali-kali dicabut, plang tersebut justru tetap terpasang. Hal ini menjadi bukti bahwa negara merampas tanah warga dengan sembarang tanpa mempertimbangkan persetujuan mereka.

Tidak hanya dua kasus di atas, ada banyak lahan-lahan yang habis dibotaki demi kepentingan pembangunan IKN yang justru berujung mandek. Penggundulan hutan mengusir fauna dari habitat mereka membuat mereka memasuki pekarangan warga. Hal lain, pilar hidup warga justru tercemar, seperti air yang dikonsumsi sehari-hari.

Ruang hidup justru kian sempit di tanah milik warga, karena penggusuran berulang kali terjadi. Pemerintah seolah memilih buta dan abai, terlebih kepentingan pembangunan IKN adalah untuk memuaskan ego sentral seorang mantan pemimpin negara.

Hutan-hutan yang harusnya jadi penghasil oksigen, kanopi pohon jadi tempat bernaung flora dan fauna, dan jutaan hektar lahan yang menghidupi masyarakat kini hanya tinggal tanah gersang, berlumpur dan dipenuhi alat berat. Telah habis ruang  untuk melanjutkan hidup dan bertahan karena negara–atas kepentingan dan keinginan pribadi–merampas tanah masyarakat.

 

Beban utang Negara

Antusiasme Jokowi dalam pembangunan IKN tidak sebesar Prabowo. Oleh sebab itu, peninggalan utang setelah pembangunan selama 3 tahun ini justru akan memberatkan beban negara masa pemerintahan Prabowo. Sejauh ini tak ada niatan untuk melanjutkan, begitu simpulan sederhana setelah menteri Sri Mulyani menyatakan bahwa anggaran dana IKN resmi diblokir dengan dalih ketiadaan dana.

Betapa miris karena setelah bertahun-tahun melakukan pembangunan menggusur warga,membabat hutan sampai tandas, menggilas flora dan fauna, serta merampas ruang hidup masyarakat, IKN justru di persimpangan pemberhentian. Tidak tahu kapan waktu yang tepat untuk melanjutkan, mengingat pemerintahan saat ini memiliki agenda lain yang lebih berarti; MBG.

Pembangunan IKN merupakan salah satu proyek berskala besar yang tentu menghabiskan triliunan rupiah. Terlebih segala sesuatunya dimulai dari nol, mulai dari penghabisan hutan untuk memulai sebuah pembangunan.

Target per akhir tahun pada 2024 dana IKN adalah sebesar 100 triliun. Sedangkan, dana yang sudah terkumpul berkisar Rp 11, 6 triliun dari sektor publik dan Rp 35,9 triliun dari sektor swasta, dengan total Rp 47,5 triliun. Dana tersebut masih sangat jauh dari target yang diimpikan pemerintah untuk keberlangsungan pembangunan IKN. Selain itu, disamping tuntutan pengumpulan dana, Indonesia juga memiliki beban hutan yang oleh Tirto tercatat Rp 8000,33 triliun yang akan jatuh tempo pada tahun ini dan R p803,19 triliun pada tahun depan.

Menurut Kementerian Keuangan, total jatuh tempo utang Indonesia pada 2025-2029 mencapai Rp 3.748,24 triliun, dan di akhir masa jabatannya nanti, Prabowo-Gibran Rakabuming Raka diperkirakan harus membayar utang negara sebesar Rp 622,3 triliun. Bukan angka yang kecil walau Indonesia masuk dalam 5 besar negara dengan penduduk terbanyak di dunia.

Problemnya adalah, di tengah tuntutan hutang yang kian mencekik, pembangunan IKN sama sekali bukan jalan keluar terlebih solusi. Tetapi justru ditancap gas oleh Jokowi tanpa adanya partisipasi publik yang jelas untuk meminta persetujuan atau sekadar mengajak berdiskusi. Sungguh sebuah ironi karena sedari semula, banyak  masyarakat yang skeptis akan pembangunan ini.

Alih-alih melakukan peninjauan ulang, Jokowi tetap melesatkan ambisinya bahkan sampai di akhir masa jabatannya per 20 Oktober 2024. Keuangan negara juga turut porak-poranda hantu yang paling menyeramkan, sejatinya adalah kewajiban terkait utang pemerintah

Masih banyak yang compang-camping dari pembangunan IKN. Salah satunya adalah pengunduran diri kepala otoritas IKN yang sebenarnya merupakan pemaksaan pemberhentian karena banyak pembangunan tidak sesuai target. Lantas muncul pertanyaan, bagaimana mungkin mencapai target bila dana yang dicari masih megap-megap?

 

Habis Manis Sepah Dibuang

Kini, untuk waktu yang tidak dapat ditentukan, IKN sejenak akan menjadi kota mati. Perlahan alat berat tidak akan dipakai lagi, lahan-lahan kosong yang penuh lumpur akan terbengkalai, dan warga hanya akan meratapi bekas lahan yang rumpang. Kalaupun pejabat-pejabat di atas sana menjanjikan banyak hal, seberapa besar kah pengaruh mereka untuk melanjutkan sebuah pembangunan proyek besar, sedang presiden saja seperti acuh karena ada hal yang lebih penting, yakni program utamanya.

Bagaimana mungkin kita berharap IKN bisa dilanjutkan sedangkan kesehatan dan pendidikan saja berada pada prioritas sekunder rezim saat ini?

 

Penulis : Mitchell Naftaly

Editor: Nurjannah, Nuzulul Magfiroh 

 

Referensi: 

Kompas. (2025, Februari 23). Memetakan Masa Depan IKN: Investasi, Utang, Harapan. https://nasional.kompas.com/read/2024/08/19/08184901/memetakan-masa-depan-ikn-investasi-utang-dan-harapan?page=all

Project Multatuli. (2025, Februari 20). Membongkar Warisan Ugal-ugalan Pembangunan IKN ala Jokowi. https://projectmultatuli.org/membongkar-warisan-ugal-ugalan-pembangunan-ikn-ala-jokowi/

Tirto Id. (2025, Februari 21). Riset INDEF: Netien Nilai Proyek IKN Paling Bebani Hutang Negara. https://tirto.id/riset-indef-netizen-nilai-proyek-ikn-paling-bebani-utang-negara-g1il#google_vignette

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top