Gema Bedug dan Warna Budaya: Semarak Dugderan Semarang 2025

Suasana Kemeriahan Dugderan dalam Menyambut Bulan Suci Ramadan 2025 di Masjid Agung Jawa Tengah pada Jumat (28/2). (Sumber: Manunggal)

 

Semarangan Warga Semarang kembali merayakan Dugderan, sebuah tradisi budaya yang telah menjadi ciri khas kota ini dalam menyambut bulan Ramadan pada Jumat (28/2). Dugderan merupakan acara rutin yang dilaksanakan setiap H-1 Ramadan dan selalu dinantikan oleh masyarakat lokal maupun pengunjung dari luar kota. Tradisi ini tidak hanya menjadi pengingat datangnya bulan puasa, tetapi juga menjadi ajang untuk menampilkan kekayaan budaya Semarang. 

Menurut Muarif, salah satu anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota Semarang, Dugderan sudah menjadi bagian dari sejarah Kota Semarang. Menurut keterangannya tahun ini acara dimulai sejak pukul satu siang di Balai Kota Semarang, dilanjutkan ke Kauman, dan berakhir di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT). Rangkaian kegiatan dalam Dugderan meliputi karnaval budaya yang menampilkan berbagai pagelaran seni tradisional, termasuk penampilan ikonik Warak Ngendog yang selalu hadir dalam setiap perayaan Dugderan. Warak Ngendog merupakan karakter fiksi berupa hewan berkaki empat dan berbulu dengan warna tubuh yang beragam. Karakter ini melambangkan kehidupan masyarakat Semarang yang beragam. 

“Ini memang sejarah Kota Semarang dan pemerintah daerah selalu melaksanakan kegiatan ini setiap tahunnya,” ujar Muarif.

Tak sampai di situ, rangkaian acara Dugderan ditutup dengan pidato dari Wali Kota dan Wakil Wali Kota Kota Semarang. Kemudian, dilanjutkan dengan pemukulan bedug sebanyak tujuh kali disertai ledakan bom balon. Warga berlomba-lomba mengabadikan momen yang hanya diadakan setiap menjelang bulan Ramadan tersebut. Acara ditutup dengan doa dan harapan agar datangnya bulan Ramadan membawa berkah bagi masyarakat Semarang. 

Muarif juga mengungkapkan bahwa dengan adanya acara ini, kondisi jalanan menjadi sangat ramai. Dugderan yang hanya dilaksanakan setiap satu tahun sekali itu mengundang antusiasme tinggi dari masyarakat, sehingga terjadi kemacetan di beberapa titik. Meski begitu, ia mengatakan bahwa suasana cukup kondusif dan terkendali selama acara berlangsung. 

Salah satu pengunjung, Aisyah, menceritakan bahwa ia sudah mengikuti Dugderan sejak kecil. Bagi Aisyah, acara ini tidak hanya sekadar seremonial, tetapi juga menjadi simbol kebanggaan bagi warga Semarang. 

“Dugderan dulu lebih ramai, tapi sekarang sudah lumayan sepi. Biasanya ada drumband dan pawai pakaian adat. Meskipun sekarang tidak seramai dulu, pemukulan bedug tetap menjadi momen yang paling menarik,” kata Aisyah. 

Ia juga menekankan pentingnya melestarikan tradisi ini sebagai bentuk penghormatan terhadap budaya dan untuk menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa Semarang memiliki tradisi yang keren.

Meskipun beberapa warga merasakan bahwa kemeriahan Dugderan sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, antusiasme mereka dalam menyambut acara ini tetap tinggi. Komari, seorang tenaga kebersihan yang baru pertama kali mengikuti acara ini, merasa senang melihat bagaimana masyarakat sangat antusias menyaksikan hiburan adat Jawa sepanjang acara. 

“Acara ini sangat khas Semarang. Banyak pengunjung dari luar kota yang datang, dan ini menunjukkan betapa besarnya daya tarik Dugderan,” ungkapnya.

Tak hanya pengunjung, para pedagang juga turut memeriahkan jalannya tradisi Dugderan tahun ini. Mereka menyebar hampir di seluruh titik yang dilewati selama rangkaian acara dilaksanakan. Tak hanya pedagang makanan, ada juga pedagang mainan yang tak terhitung jumlahnya. 

Secara keseluruhan, Dugderan tidak hanya sekadar acara tahunan tetapi juga memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat. Selain sebagai penanda dimulainya Ramadan, tradisi ini juga mempererat tali silaturahmi antarwarga dan menjadi wadah pelestarian budaya lokal. Harapannya, sebagaimana disampaikan oleh Komari, Dugderan ke depannya bisa semakin ramai dan memberikan kebermaknaan yang lebih dalam bagi masyarakat. Dengan begitu, tradisi ini akan terus hidup dan menjadi bagian dari identitas budaya Semarang yang diwariskan kepada generasi mendatang.

Reporter: Nurjannah, Mitchell Naftaly, Salsa Puspita, Raisya Nurul Khairani

Penulis:  Salsa Puspita, Raisya Nurul Khairani

Editor: Nuzulul Magfiroh, Nurjannah

 

Referensi

Kesbangpol Semarang Kota. Yuk SobatKesbang lebih mengenal Ikon Kota Semarang. Diakses melalui https://kesbangpol.semarangkota.go.id/index.php/home_frontend/detail_berita/54

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top