DSTI Undip Angkat Bicara Alasan di Balik Kebijakan Penyimpanan OneDrive

Surat edaran terkait kebijakan penyimpanan OneDrive melalui email pada Senin, (17/2) (Sumber : Dok.Pribadi)

 

Peristiwa – Senin (17/2) Direktorat Sistem dan Teknologi Informasi (DSTI) Universitas Diponegoro (Undip) menyebarkan email pemberitahuan mengenai perubahan kebijakan penyimpanan online OneDrive kepada seluruh civitas academica Undip. Pemberitahuan tersebut berisikan perubahan kebijakan penyimpanan dari Microsoft yang semula bersifat unlimited menjadi limited  sebesar 150 Terabyte (TB) untuk seluruh pegawai, mahasiswa dan alumni Undip. Surat edaran pemberitahuan tersebut juga mengarahkan kepada civitas academica untuk melakukan back up seluruh berkas sebelum dilakukan reset pada Rabu (19/2).

Kebijakan tersebut tentu menuai banyak keluhan dari para alumni, dosen, hingga mahasiswa yang disampaikan, baik secara online melalui helpdesk Undip maupun secara langsung kepada beberapa pihak terkait. Kebanyakan dari mereka mengeluhkan waktu yang diberikan untuk back up data terlalu singkat karena mereka baru mendapatkan informasi tersebut sehari sebelum deadline back up

“Kayak terlalu mepet gitu loh. Meskipun tulisannya (red, informasi) tertulis tanggal 17 tapi kebanyakan orang mendapatkan informasinya tanggal 18. Padahal batas waktu pemindahan datanya (red, back up) itu tanggal 19,” ujar salah satu dosen Sekolah Vokasi yang tidak ingin disebutkan namanya pada Jumat (21/2). 

Bahkan menurut informasi yang didapatkan, tidak hanya beberapa pihak dosen yang tidak sempat melakukan pencadangan data mereka, mahasiswa tingkat akhir pun mengeluhkan hal yang sama. 

“Buat saya yang penyimpanannya banyak (red, isinya materi kuliah dan rekaman kelas online), pengumuman mendadak ini agak merugikan. Jadinya saya nggak sempat mem-back up semua file yang ada di akun OneDrive saya,” tutur salah satu mahasiswa Fakultas Sains dan Matematika (FSM) yang tidak ingin disebutkan namanya saat diwawancarai oleh Awak Manunggal pada Sabtu (22/2). 

Menanggapi berbagai keluhan tersebut, DSTI, Dr. Aris Puji Widodo, S.Si, M.T. menjelaskan bahwa kebijakan tersebut pernah ditanyakan kepada pihak Microsoft, tetapi tidak ada kejelasan terkait hal ini. 

“Ya memang pemberitahuannya mendadak, ini kan kita ngikutin Microsoft, jadi ya kita menghimbau, makanya kita memberi waktu untuk mem-back up karena nanti akan kami delete. Kita itu hanya dibatasi 150 TB, sementara penggunaan kita sampai hari ini 550 TB,” jelas Aris pada Selasa (25/2). 

Melalui penjelasan Aris, ia bersama Rektor serta Wakil Rektor 1 dan 2 sempat memantau pengguna tertinggi penyimpanan OneDrive di Microsoft. Hasilnya ternyata dari 5.000 pengguna tertinggi, alumni menyentuh angka 2.700 GB. Angka tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan mahasiswa yang menghabiskan sebesar 1.800 GB dan dosen yang hanya 195 GB. 

 

Pengguna tertinggi penyimpanan OneDrive di Undip pada Selasa (25/2) (Sumber : Data DSTI)

“Sebelum saya buat ini (red, informasi) saya sudah konsultasi ke pimpinan. Dicek sampling 5 orang tertinggi isinya film. Oh, dari alumni, mahasiswa iya, dosen juga ada lah, mungkin ya foto,” jelasnya. 

Berdasarkan hasil temuan tersebut, Undip mengubah regulasi terkait kebebasan penggunaan penyimpanan tersebut, sehingga alumni tidak lagi mendapatkan kuota penyimpanan dalam OneDrive, alokasi kuota 15 GB bagi para dosen dan tendik, serta 10 GB kepada setiap mahasiswa, berbeda dengan sebelumnya yang mendapatkan penyimpanan secara unlimited. Dikarenakan penyimpanan OneDrive merupakan bagian dari layanan akademik, maka Undip akan memprioritaskan penyimpanan ini bagi kebutuhan pembelajaran dan lingkup akademik. Selanjutnya, akan disebarkan surat edaran menyusul terkait pemanfaatan penyimpanan OneDrive untuk hal yang lebih bijak.  

“Jadi saya jadwal, kita akan lakukan delete alumni dulu, baru nanti di mahasiswa dan dosen. Pokoknya kita hanya jaga kuota 150 TB supaya kuliah tetap lancar.” 

Tak hanya Undip, beberapa universitas mengalami hal yang sama, seperti Universitas Islam Bandung (Unisba), Universitas Negeri Malang (UM), Universitas Gadjah Mada (UGM) hingga Universitas Brawijaya (UB).  Dilansir dari akun X milik @ugm_fess dan @himasi_unisba, kebanyakan dari pihak kampus mereka pun membagikan alokasi kuota kepada mahasiswa sebesar 10 GB. Sebetulnya dari pihak Microsoft memberikan penyimpanan untuk program pendidikan 100 TB bagi yang berlangganan A1, tetapi di tahun ini Undip melakukan langganan A3 sehingga mendapat tambahan kuota sebesar 50 TB.  

Menurut pernyataan Aris, untuk menambahkan 10 TB itu seharga 3.600 dolar, yang jika dirupiahkan sekitar 60 juta, belum termasuk pajak dan keuntungan rekanan mungkin dapat mencapai 70 juta. Sehingga jika digunakan untuk menutupi kebutuhan penyimpanan Undip sebesar 550 TB, maka harus membayar lagi 70 juta dikalikan 40. Ini diluar dari 150 TB yang telah dimiliki Undip. 

“Satu, memang terkait dengan biaya ya, anggarannya kan segede itu. Kita harus lihat manfaatnya bagaimana, terus yang kedua melihat prioritas penggunaan anggaran,” ungkap Aris.

Terlepas dari hal tersebut, segelintir orang menyayangkan akan fasilitas yang diberikan Undip kepada para alumni. 

“Sayang sekali ya, padahal menurut saya itu adalah nilai plus menjadi alumni Undip gitu. Karena saya juga ga mendapatkan fasilitas ini dari kampus sebelumnya,” ujar salah satu dosen yang turut mengeluhkan peniadaan alokasi kuota bagi alumni.

Terkait kebutuhan penyimpanan, Tim Sistem Informasi (SI) masih berencana untuk membuat penyimpanan buatan sendiri menggunakan open source maupun net growth

“Nanti gak sebagus Gmail, Google atau Microsoft yang bisa ke hp, tapi kan esensinya kita bisa ada fasilitas penyimpanan. Yang mungkin gedenya, ya gak gede banget, tapi nggak sekecil sekarang. Mungkin ini misi ke depan. Cuma kan ini butuh biaya dan anggaran,” tutur Aris. 

Aris juga menambahkan, bahwa hingga saat ini ia belum tahu apakah ada subsidi dari pemerintah pusat terkait penyimpanan. Undip merupakan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) sehingga dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak diberikan sebesar dulu. Ditambah lagi musim efisiensi menjadi momok yang belum mendapatkan titik terang hingga saat ini. 

“Sebenarnya nggak ada hubungannya dengan efisiensi. Sementara kita kalau harus membayar sebesar tadi ditambah dengan efisiensi, pasti hubungannya lari ke situ (red, efisiensi) juga. Tapi efek pertamanya bukan karena efisiensi lah,” imbuhnya. 

Setelah kejadian ini, diharapkan pengedaran informasi terkait hal seperti ini dapat lebih masif. Pun, menilik banyaknya mahasiswa yang kurang aware dengan fasilitas penyimpanan yang mereka dapatkan sehingga dapat digunakan dengan bijak dan hanya untuk keperluan pembelajaran.  

 

Reporter : Hanifah Khairunnisa, Nuzulul Magfiroh

Penulis : Hanifah Khairunnisa

Editor : Nurjannah, Nuzulul Magfiroh

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top