Joglo Pos – Belum meratanya pendidikan yang bermutu memang masih menjadi momok besar di dalam negeri. Belum meratanya akses pendidikan bermutu di seluruh wilayah menjadi salah satu penyebab utama polemik ini terjadi.
Nyatanya, permasalahan ini telah menghantui berbagai tingkat dalam aspek pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar, menengah pertama, dan tidak terkecuali tingkat perguruan tinggi. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi hal ini. Contoh nyatanya adalah dengan pembentukan Program Studi di luar Kampus Utama (PSDKU) sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 1 Tahun 2017.
Sebagai salah satu Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH), Undip memiliki kewajiban untuk menjalankan amanat tersebut, yakni dengan membuka Program Studi di luar Kampus Utama (PSDKU) yang terdapat di kota Rembang, Batang, dan Pekalongan.
Namun nyatanya, keberjalanan program ini tidaklah mulus, mulai dari proses administrasi hingga ketidaksediaan bangunan. Pun ketika program ini berjalan, ketersediaan fasilitas masih perlu disempurnakan, sebab masih terdapat ketimpangan jika dibandingkan dengan kampus utama.
Sempat Sewa Ruko dan Dipinjamkan Gedung Puskeswan
Penampakan ruang kelas gedung lama PSDKU Pekalongan Kampus Undip (Sumber: Dok. Pribadi)
Pernyataan mengejutkan datang dari Redyanto Noor selaku ketua Lembaga Pengelola Program Studi Diluar Kampus Utama (LPPSDKU) yang mengatakan bahwa proses pembangunan PSDKU Undip di Rembang, Pekalongan, dan Batang membutuhkan usaha yang tidak mudah. Hal tersebut dikarenakan terbatasnya sumber daya pengajar yang tersedia di beberapa fakultas kampus utama Undip, sebelum akhirnya Program Sekolah Vokasi ditetapkan.
“Undip mengumpulkan dekan-dekan dan menawarkan fakultas mana yang ingin membuka program studi di PSDKU, banyak fakultas yang tidak bersedia karena keterbatasan SDM. Sementara untuk mengangkat dosen baru juga menjadi persoalan,” ungkap Redyanto ketika menceritakan awal perjalanan PSDKU Undip.
Yang lebih mengejutkan ketika Redyanto menuturkan bahwa sebelum dibangunnya gedung PSDKU di tahun 2020, PSDKU pertama kali beroperasi dengan menyulap beberapa bangunan hasil pinjaman yang diberikan oleh pemerintah setempat, yakni Gedung PGRI, garasi, dan Kantor Inspektorat.
“Misalnya pertama kali berdiri tidak ada gedung, tapi Pemerintah Kabupaten berkomitmen meminjami gedung. Di Rembang di Gedung PGRI, garasi saya renovasi jadi ruang kelas, tahun berikutnya dari hasil negosiasi dipinjami Kantor Inspektorat,” tutur Redy.
Namun ia menambahkan bahwa pihaknya juga pernah menyewa sebuah ruko yang disiapkan untuk disulapnya menjadi sebuah ruang kelas. “Di Rembang juga waktu menerima mahasiswa baru karena ada dua prodi yang tidak cukup dan kami sempat mengontrak ruko di depannya dengan ruko yang cukup besar, namun ketika mau dipakai nggak jadi karena semuanya online,” tandasnya.
Kondisi serupa juga terjadi di PSDKU Batang yang ketika pertama kali beroperasi kampus ini mengubah Gedung Puskeswan (Pusat Kesehatan Hewan) milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) untuk dijadikan sebuah gedung perkuliahan.
“Semula diberi pinjam gedung milik Pemkab diberi ruangan Puskeswan, pasti bayangannya jelas ya, sebuah gedung untuk pelayanan bukan untuk manusia tapi terkait dengan hewan kan tidak terlalu representatif, nah itu dipakai untuk D3 Humas Kampus Batang,” ucap Adi Nugroho, selaku kepala prodi D3 Hubungan Masyarakat PSDKU Undip Batang.
Fasilitas yang Masih Perlu Disempurnakan
Gedung utama PSDKU Undip Kampus Rembang yang diresmikan pada tahun 2020 lalu. (Sumber: psdku.undip)
Jika menilik dari awal perjalannya, tentu fasilitas yang disediakan oleh PSDKU Undip jauh dari kata layak. Mau tidak mau, pembangunan terus digalakkan guna mencapai standar sebuah perguruan tinggi terakreditasi.
“Untuk Rembang sendiri terkait infrastruktur agak sulit karena yang membangun Pemerintah Kabupaten. Undip tidak mempunyai hal untuk mengatur, setelah jadi baru kami merasa seperti kantor yang tidak seperti ruang kuliah, tidak ada kantin, musala, aula, dan baru kami renovasi sendiri atas izin kabupaten, padahal proyek selama lima tahun itu tidak boleh perubahan konstruksi tapi atas izin Pemkab kami membangun fasilitas dikebut karena harus terakreditasi sehingga infrastruktur harus berstandar nasional,” ujar Redyanto ketika menceritakan proses pembangunan PSDKU Undip Rembang.
Pembangunan juga terus digalakkan di kedua PSDKU Undip lainnya, yakni Pekalongan dan Batang. Hingga akhirnya PSDKU secara resmi memiliki gedung perkuliahan dan berbagai fasilitas yang disediakan.
“Dua tahun yang lalu sudah punya gedung sendiri. Lantai 1 untuk admin, pelayanan prodi D3 Humas dan D3 perpajakan, ruang kelas, ruang pertemuan, dan lobi. Lantai 2 ada ruang perkuliahan, laboratorium multimedia. Lantai 3 ruang perkuliahan. Ya representatif lah untuk sebuah kampus Undip PSDKU Batang,” ujar Adi.
Gedung utama PSDKU Undip Kampus Batang yang didirikan sejak tahun 2020 di Kecamatan Bandar. (Sumber: psdku.undip)
Ia juga menambahkan lapangan basket dan permainan bola pingpong menjadi fasilitas yang juga disediakan oleh kampus. Proses pembangunan yang bisa dibilang cukup sebentar ini menuai berbagai respon dari mahasiswa ketiga PSDKU tersebut. Octavio misalnya. Sebagai mahasiswa PSDKU Undip kampus Pekalongan dirinya merasa membutuhkan fasilitas yang lebih lengkap terutama fasilitas perpustakaan. Ditambah lagi dirinya merasa sulit menikmati fasilitas karena faktor keterbatasan.
“Pandangan saya sebaiknya untuk PSDKU dihapuskan saja dan digabungkan di kampus utama di Tembalang, karena kami sebagai mahasiswa PSDKU sangat sulit sekali menikmati berbagai fasilitas dan kurang bisa dalam mengembangkan diri. Contohnya saja di kampus PSDKU tidak ada UKM maupun BEM. Dan lingkup pertemanannya juga sangat sempit dikarenakan mahasiswanya yang sedikit. Fasilitas yang ditawarkan juga sangat terbatas,” ujarnya.
Selain Octavio, mahasiswa PSDKU Pekalongan lainnya juga merasa kurang puas dengan fasilitas yang disediakan.
“Masih belum puas dengan fasilitas yang disediakan. Fasilitas masih belum memadai, seperti perpustakaan, ruang laboratorium komputer yang hanya ada satu, dan kegiatan seperti UKM yang seharusnya diadakan di kampus untuk bisa menjadi wadah bagi teman-teman mahasiswa PSDKU Pekalongan agar mengembangkan minat dan bakatnya. Selain itu, tempat ibadah seperti musala yang ruangannya belum bisa menampung seluruh mahasiswa PSDKU Pekalongan karena masih sangat terbatas ruangnya. Sehingga, ketika mau shalat harus antre dan bergantian,” keluh Elsa Nurmeilasari.
Ruang kelas di PSDKU Undip Pekalongan. (Sumber: Dok. Pribadi)
Menariknya, pernyataan serupa datang dari mahasiswa PSDKU Rembang dan PSDKU Batang yang turut menyoroti kurang maksimalnya fasilitas yang disediakan.
“Jujur nggak puas sama sekali, disamping karena faktor baru dibangun juga lebih kelihatan memaksakan jatuhnya, bingung juga kenapa S1 sama D3 itu di satu gedung yang sama, belum adanya aula juga salah satu faktor minimnya fasilitas padahal penting buat menunjang kegiatan PMB dan lain-lain yang memang butuh space luas,” imbuh Dian (nama samaran), mahasiswa PSDKU Undip Rembang.
“Fasilitas di PSDKU Batang untuk gedung, ruangan, dan peralatan cukup baik. Namun dari segi perpustakaan buku-bukunya sangat sedikit,” ungkap Amalia Nindya, mahasiswa PSDKU Undip Batang.
Temuan kami mengenai ketidakpuasan mahasiswa PSDKU pada fasilitas yang disediakan rupanya selaras dengan apa yang didapatkan oleh mahasiswa Undip kampus utama. Muhammad Hadziiq, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) mengaku pengetahuannya tentang ketidakpuasan mahasiswa PSDKU datang dari pengakuan teman-temannya.
“Pengetahuan saya tentang PSDKU tidak terlalu banyak. Namun dari teman-teman saya yang berkuliah di PSDKU Batang hampir setiap info yang saya dapatkan mengenai PSDKU berkaitan dengan fasilitas yang masih kurang memadai dan berbeda jauh dengan kampus utama,” ujar Hadziiq.
Begitu juga dengan Fajar Kurniawan, mahasiswa Fakultas Hukum sekaligus Koordinator Bidang Kemasyarakatan dan Lingkungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Undip yang masih menemukan keluhan mahasiswa PSDKU terkait fasilitas.
“Atas dasar keresahan yang berangkat dari teman-teman PSDKU memang kondisi aktual bahwa terkadang bahkan masih sering ditemukan beberapa evaluasi serta hal-hal yang perlu diperbaiki. Sesuai dengan yang kami temukan beberapa mahasiswa masih sangat mengeluhkan terkait infrastruktur, fasilitas, layanan, dan juga menyangkut perihal akademik dan sebagainya,” ungkap Fajar.
Penampakan fasilitas perpustakaan PSDKU Undip Kampus Batang. (Sumber: psdku.undip)
Meskipun menuai kritik terhadap beberapa fasilitas yang disediakan, nyatanya fasilitas tersebut juga mendapat respon positif dari berbagai mahasiswa PSDKU lainnya. Respon positif dirasakan oleh mahasiswa PSDKU Rembang yaitu Ajeng mahasiswa PSDKU Rembang yang kami samarkan identitasnya, dan Shafira Okvie Haetami. Mereka merasa puas dengan fasilitas yang disediakan.
“Alhamdulillah puas karena untuk saat ini fasilitasnya masih bagus dan lumayan lengkap,” ucap Shafira.
Menurut Ajeng fasilitas yang disediakan cukup memadai bagi sebuah kampus yang baru berdiri. Dirinya juga menilai fasilitas PSDKU Undip Rembang dirasa cukup menunjang kegiatan pembelajarannya di kampus.
“Untuk kampus yang baru berdiri di tahun 2020, PSDKU Rembang mungkin tidak terlalu buruk karena cukup memadai bagi mahasiswa untuk menjadi mahasiswa yang bertalenta mulai dari fasilitas, sarpras, dan lainnya yang disediakan,” imbuhnya.
Pengakuan lain juga datang dari mahasiswa PSDKU Batang yakni Amalia Nindya dan Maulidya yang merasa puas dengan fasilitas yang disediakan oleh kampus. “Di beberapa sisi puas, karena termasuk gedung baru dan fasilitasnya banyak yang baru,” tutur Amalia.
“Rating 8.5/10 untuk fasilitasnya,” ujar Maulidya.
Dipandang Sebelah Mata
Jika kita tarik mundur kebelakang, sebenarnya keberadaan PSDKU ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga perguruan tinggi sekitar untuk menyelaraskan mutu pendidikan hingga menggapai daerah-daerah kecil.
Namun ternyata, keberadaan kampus PSDKU di beberapa daerah juga menciptakan anggapan atau stereotip kepada mahasiswanya. Mirisnya, stereotip ini muncul akibat penilaian yang menganggap kampus utama jauh lebih baik.
Dari beberapa mahasiswa dari ketiga PSDKU Undip yang menjadi narasumber, kami menemukan bahwa hampir seluruh narasumber pernah merasakan dipandang sebelah mata atas pilihannya menjadi bagian dari PSDKU. Asha misalnya. Mahasiswa PSDKU Rembang ini mengungkapkan perasaan “dianaktirikan” dan dipandang sebelah mata ketika orang mengetahui dirinya merupakan mahasiswa PSDKU Undip. Dirinya juga mengungkap bahwa pandangan tersebut semakin membuatnya merasa diasingkan.
“Jujur aja pernah, kayak ngerasa dianaktirikan, apalagi kalo ada yang tanya ‘kok di Rembang? Kenapa ngga di pusat?’ itu bikin ngerasa diasingkan,” tukas Asha. Ia juga mengatakan bahwa perbedaan fasilitas dengan kampus utama menjadi salah satu alasan dirinya iri.
Alasan serupa diungkapkan oleh Ajeng. Namun berbeda dengan Asha, Ajeng bersaksi bahwa dirinya sudah mulai berlapang dada. “Karena kita kan nggak kuliah di kampus utama, jadi cuma bisa merasakan fasilitas seadanya di luar daerah kampus utama, tapi sekarang sudah mulai terbiasa,” tandas Ajeng.
Pernyataan lain datang dari Octavio yang mengatakan bahwa dirinya pernah merasa rendah diri terutama karena teman-temannya berasal dari Semarang, tempat kampus utama berada.
“Sering sekali saya merasa minder menjadi mahasiswa PSDKU, terlebih saat saya sedang bermain dengan teman-teman saya di Semarang. Mereka seringkali meledek saya yang berkuliah di PSDKU dan menyuruh saya untuk pindah ke Semarang,” ungkapnya.
Anggapan dan stereotip yang kerap kali diterima mahasiswa PSDKU Undip tentu saja berdampak pada perasaan mereka yang akhirnya menimbulkan perasaan minder, iri, dan diasingkan.
Maulidya, mahasiswa PSDKU Batang juga menganggap bahwa stereotip dari luar seperti masyarakat yang mencitrakan PSDKU Undip dipandang sebelah mata.
“Mereka menganggap PSDKU adalah mahasiswa yang tidak diterima di pusat dan diterima di Batang. Masyarakat belum tau bahwa PSDKU itu sama sama undip,” tambahnya.
“Apalagi suka jadi bahan perbandingan sama beberapa orang dan kebanyakan orang juga nggak tau itu apaan, padahal kan katanya kampus utama sama PSDKU itu sama kan ya. Cuma beda gedung,” terang Dian (nama samaran)
Mendapati fakta demikian, Redyanto menguatkan para mahasiswa PSDKU untuk tidak berkecil hati karena menurutnya fasilitas di PSDKU Undip jauh lebih baik dari beberapa fakultas yang ada di kampus utama.
“Biasa aja karena mereka belum paham dan belum mengetahui kondisi di kampus utama seperti apa. Apakah semua kampus utama bagus-bagus? Kan ya tidak, saya jelas bisa membandingkan, kalau di fakultas A memang bagus, kalau di fakultas B memang saya akui perkembangan jauh lebih baik PSDKU dari segi fasilitasnya. Yang terpenting mahasiswa PSDKU Undip diajak kesini untuk melihat bahwa tidak semua yang ada di kampus utama itu semua bagus,” tuturnya.
Fasilitas rooftop yang disediakan di PSDKU Undip Kampus Rembang. (Sumber: psdku.undip)
Reporter: Nilla Putri Anggraini
Penulis: Zahra Putri Rachmania
Editor: Fahrina Alya Purnomo