Mereka yang Turut Menggantungkan Harapan di Balik Aksi Demonstrasi

Penjual es teh yang berjualan di tengah para demonstran depan Kantor Gubernur Jawa Tengah pada Selasa (18/2) (Sumber : Manunggal)

 

Feature — Aksi demonstrasi dengan tema “Indonesia Gelap” telah dilaksanakan di beberapa daerah  termasuk Kota Semarang. Demo tersebut melibatkan mahasiswa dari berbagai kampus di Semarang Raya, bahkan hingga kota-kota tetangga. Mahasiswa yang tergabung dalam aksi tersebut berasal dari Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Negeri Semarang (Unnes), Politeknik Negeri Semarang (Polines), Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Semarang, hingga Universitas Tidar (Untidar) Kota Magelang. Tak hanya itu, organisasi ekstra kampus (ormek) dan pers mahasiswa (persma) juga turut menyuarakan tuntutan di depan Gedung Gubernur Provinsi Jawa Tengah. 

Hal menarik dari demo yang terlaksana pada Selasa (18/2) adalah banyaknya para pedagang yang juga menitipkan keresahan dan aspirasi mereka. Tak terhitung banyaknya Pedagang Kaki Lima (PKL) di lokasi demo. Mulai dari es teh, pentol keliling, hingga rujak. Tak gentar pula mereka mendatangi para demonstran di tengah kerusuhan untuk menawarkan dagangan mereka. 

Dari pernyataan para pedagang, mereka tampak tak masalah dengan adanya demo tersebut. Mereka sudah terbiasa menyaksikan aksi demo di Kota Semarang. Bagi mereka, hal tersebut sebagai bentuk menyuarakan suara rakyat, terlebih bagi kaum marginal macam mereka. 

“Apalagi kita yang kaum di bawah kan ga bisa ya turun demo. Sibuk kerja, ngurus anak dan rumah tangga. Kepala keluarga juga tahu sendiri, berat ke cari nafkah. Kalau ada mahasiswa begini bagus juga,” tutur Pon, salah satu penjual es teh di lokasi demo. 

Melalui penuturan Pon, ketiga anaknya yang duduk di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga kini belum mendapatkan Makan Bergizi Gratis (MBG). 

“Orang tua bisa ngasih cuma tumis, tempe, atau tahu. Itu pun bergizi, tapi yang kami butuhkan bukan itu, mbak. Sekolah gratis, pendidikan gratis, bahan sembako murah itu aja, lapangan pekerjaan banyak, gitu aja,” ujar Pon. 

Menurut Pon, pemerintah sudah seharusnya bijak dalam mengambil keputusan karena mereka bekerja dengan hasil gaji dari rakyat. Melihat apa yang benar-benar dibutuhkan oleh rakyat, bukan hanya apa yang tampak inovatif, tetapi belum matang dalam perencanaan dan sumber dayanya. 

Sebagai pedagang, mereka juga turut menyoroti adanya kesulitan dalam mencari gas elpiji 3 kilogram (kg) atau yang biasa dikenal sebagai gas melon. Hal ini terjadi setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan pembatasan penjualan gas yang hanya tersedia di agen-agen resmi Pertamina pada Sabtu (1/2).

Kebijakan mengenai pembatasan penjualan gas elpiji 3 kg di pengecer menyebabkan ramainya antrean warga di pangkalan terdekat. Masyarakat menilai bahwa kebijakan tersebut  kurang tepat dan menimbulkan keresahan publik.

Melansir dari Tribunnews.com, menanggapi hal ini, Presiden Prabowo menginstruksikan Kementerian ESDM untuk mengadakan gas elpiji 3 kg di pengecer per Selasa (4/2). Pengecer tersebut  nantinya dijadikan sub pangkalan dengan harga yang sudah ditentukan agar tidak mahal saat beredar di masyarakat. 

Namun, pengadaan kembali gas di pengecer ternyata masih menjadi permasalahan yang berdampak bagi masyarakat yang membutuhkan. Pon sebagai salah satu pedagang mengemukakan bahwa masih banyak warga yang kesulitan mendapatkan gas. “Kalau gas, masih. Sudah berbondong-bondong ke ini (red, pangkalan) masih kehabisan. Masih kesusahan,” tutur Pon.

Keresahan terhadap sulitnya mendapatkan gas elpiji 3 kg juga turut disampaikan oleh Soni sebagai salah satu penjual es dawet di lokasi demo pada hari Selasa (18/2). Soni menilai bahwa kebijakan tersebut kurang memperhatikan rakyat dan merugikan.

“Kemarin aja saya nyari gas itu karena ga ada pasokan dari pengecer harus ngantre di pangkalan, jadi kerjaan saya, saya tinggal. Nah, itu merugikan,” ucap Soni.

Soni juga mengemukakan harapannya kepada pemerintah dengan mendukung adanya pemerintahan yang lebih baik. “Mungkin pemerintah yang baru lebih baik. Jangan ada (red, hal) kayak gini lagi. Mahasiswa marah karena kayak contoh kemarin, gas melon dipersulit kan,” tutur Soni.

Melalui aksi demonstrasi ini, Soni juga turut berharap agar pemerintah dapat mendengarkan suara rakyat. Ia mengharapkan adanya pemerintah yang memikirkan kebaikan dan kebutuhan rakyat dalam merumuskan kebijakan agar ke depannya hal serupa tidak terjadi lagi. 

Keberadaan pedagang dan mahasiswa dalam lokasi aksi demonstrasi mencerminkan bahwa setiap warga negara mengharapkan perubahan yang nyata demi kebaikan bersama. Dihadapkan dengan problematika yang sama, mereka saling menuntut pemerintah untuk tetap berpegang pada keadilan dan merumuskan kebijakan sesuai dengan kebutuhan publik. 

Keinginan untuk mendapatkan hidup berpendidikan yang layak demi masa depan yang cerah, memiliki lapangan kerja yang luas agar bebas dari ketidakpastian, serta harga kebutuhan pokok yang murah dan stabil merupakan harapan dari masyarakat kecil yang rawan terhimpit. Mereka  memandang aksi demonstrasi sebagai langkah konkret dalam bersuara agar didengar pemerintah demi kesejahteraan bersama. 

 

Reporter: Hanifah Khairunnisa, Dhini Khairunnisa, Mitchell Naftaly, Salwa Hunafa, Sintya Dewi Artha

Penulis: Dhini Khairunnisa, Hanifah Khairunnisa

Editor: Nuzulul Magfiroh, Nurjannah

 

Referensi:

TribunJambi.com. (2025, Februari 8). Bahlil Lahadalia Minta Maaf dan Akui Kebijakan Larangan Pengecer Jual LPG 3 Kg Kurang Pas. Diakses pada Rabu (19/2) dari Bahlil Lahadalia Minta Maaf dan Akui Kebijakan Larangan Pengecer Jual LPG 3 Kg Kurang Pas – TribunNews.com

Kompas.com. (2025, Februari 6). Ternyata Gas 3 Kg Masih Langka…. Diakses pada Rabu (19/2) dari Ternyata, Gas 3 Kg Masih Langka… Halaman all – Kompas.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top