Masa Jabatan Presiden Tiga Periode: Peluang Atau Ancaman?

Opini – Indonesia saat ini sedang dijajali polemik akibat usulan salah satu anggota DPR Fraksi NasDem yang merupakan salah satu partai pendukung Joko Widodo atas usulan perubahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode. Usulan tersebut tentu saja memicu berbagai macam perdebatan sebab konstitusi sudah mengamanatkan bahwa lama masa jabatan Presiden ialah dua periode dan komitmen tersebut sudah seharusnya dapat dijaga oleh semua pihak. Pembatasan masa jabatan presiden yang hanya dua periode, telah diatur dalam amandemen UUD 1945. Hal itu merupakan amanah Reformasi untuk memastikan sirkulasi dan pergantian kepemimpinan nasional dapat berjalan tanpa sumbatan dan menghindarkan pada jebakan kekuasaan. Wacana tersebut sebelumnya juga pernah terjadi pada periode kedua masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tetapi ditolak oleh beliau. Dengan adanya wacana perubahan masa jabatan Presiden dari dua periode menjadi tiga periode tentu saja harus melalui perubahan ketentuan atau amandemen dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Adanya wacana perubahan masa jabatan Presiden dari dua periode menjadi tiga periode diharapkan membawa dampak positif yaitu Presiden dapat memaksimalkan pelaksanaan program-program kerjanya dengan sebab memiliki waktu menjabat yang cukup lama, sehingga membuat pembangunan dapat mengalami kemajuan. Apabila dilihat dari sejarah, Presiden Soeharto yang menjabat sebagai Presiden dalam jangka waktu yang lama memberi banyak kontribusi dalam pembangunan di Indonesia dan hingga kini beliau dikenal sebagai “Bapak Pembangunan”. 

Masa jabatan Presiden diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebelum dilakukan amandemen, Pasal 7 berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun jabatan, dan sesudahnya dapat dipilih kembali”. Berdasarkan bunyi Pasal tersebut artinya seseorang Presiden dan Wakil Presiden yang telah habis masa jabatannya selama lima tahun dapat kembali dipilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden tanpa dibatasi untuk berapa periode. Selanjutnya dilakukan amandemen terhadap ketentuan Pasal 7 menjadi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”. Dengan perubahan tersebut maka periode masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden menjadi lebih tegas, yaitu hanya boleh memegang jabatan selama dua kali periode.

Adanya wacana perubahan masa jabatan Presiden dari dua periode menjadi tiga periode diharapkan membawa dampak positif yaitu Presiden dapat memaksimalkan pelaksanaan program-program kerjanya dengan sebab memiliki waktu menjabat yang cukup lama, sehingga membuat pembangunan dapat mengalami kemajuan. Apabila dilihat dari sejarah, Presiden Soeharto yang menjabat sebagai Presiden dalam jangka waktu yang lama memberi banyak kontribusi dalam pembangunan di Indonesia dan hingga kini beliau dikenal sebagai “Bapak Pembangunan”. Berdasarkan keberhasilan-keberhasilan Presiden Soeharto tersebut, wacana perubahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode diharapkan dapat membawa dampak positif. Dengan lebih lamanya masa jabatan Presiden diharapkan dapat memajukan perekonomian Indonesia seperti apa yang telah dilakukan oleh Presiden Soeharto. Tidak seperti saat ini, yang dibatasi hanya dengan dua periode, banyak Presiden yang malah mewariskan masalah-masalah struktural yang dapat menghambat kemajuan negeri, serta banyak juga program pembangunan yang terlantar sebab pemimpin baru enggan melanjutkan program pembangunan yang belum sempat terlaksana dari Presiden sebelumnya.

Meskipun diharapkan dapat membawa dampak positif, wacana penerapan masa jabatan menyebabkan polemik sebab dianggap dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Presiden yang memegang kekuasaan dalam waktu yang panjang dapat dengan mudah menghadapi permasalahan yang dapat membuatnya mengangkat kaki dari jabatan, yang kedua masa jabatan yang Panjang dapat mengantarkan ke permasalahan kekuatan yang dilakukan oleh presiden, dan memiliki kecenderungan untuk menyalahgunakan kewenangan tersebut.

Bill Gelfeld dalam disertasinya menjelaskan bahwa apabila Presiden memegang kekuasaan dalam waktu yang lama dengan memperpanjang masa jabatan, berdasarkan studi di beberapa negara justru menunjukan penyimpangan yang dilakukan Presiden yang berdampak negatif seperti di negara pecahan Uni Soviet yang pendapatan domestik Bruto per kapita menurun dua tahun setelah masa jabatan Presiden diperpanjang, dan terjadi kemunduran aspek hak politik setelah empat tahun Presiden memperpanjang masa jabatan.

Berdasarkan paparan di atas, wacana perubahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode dinilai tidak efektif diterapkan di Indonesia. Ahli hukum tata negara dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Juanda menilai usulan masa jabatan Presiden selama tiga periode tendensius dan diwacanakan untuk kepentingan kelompok tertentu. Juanda mengingatkan usulan ini berpotensi mengakomodasi keinginan memperpanjang masa jabatan Presiden yang dianggap tidak cukup selama dua periode.

Selain itu dengan mengacu pada berlakunya Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dengan tegas menyatakan bahwa Presiden hanya dapat menjabat selama dua periode, wacana tersebut tidak dapat diterapkan. Akan tetapi bisa diterapkan apabila dilakukan amandemen untuk mengubah substansi Pasal 7 mengenai ketentuan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode. Namun untuk melakukan amandemen diperlukan prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, Amandemen UUD 1945 merupakan proses panjang yang tidak mudah bagi para aparatur negara. Proses amandemen terjadi untuk memenuhi tuntutan masyarakat terhadap kehidupan yang sudah modern. Manusia memiliki hak individu yang tidak dapat dikekang sesuai paham demokrasi.

Berikut ini adalah alasan mengapa UUD 1945 perlu diamandemen.

  1. Menyempurnakan peraturan perundangan agar sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, untuk memperkokoh kesatuan Negara Indonesia.
  2. Menyeimbangkan peraturan perundangan untuk membuka partisipasi rakyat seluasluasnya agar selaras dengan paham demokrasi yang dianut bangsa Indonesia.
  3. Memperbaiki menuju aturan perundangan yang menjunjung tinggi hak asasi manusia agar sesuai dengan konstitusi Pancasila maupun Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.
  4. Mengakomodasi peraturan perundangan agar sesuai dengan tata cara hidup masyarakat yang dilaksanakan sehari-hari serta kecenderungan pada masa yang akan datang.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak ada kelemahan dan telah sempurna sesuai dengan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memperkokoh kesatuan negara Indonesia. Selain itu, amandemen dilakukan untuk alasan memperbaiki aturan perundangan agar menjunjung tinggi hak asasi manusia agar sesuai dengan konstitusi Pancasila maupun Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Namun apabila dilakukan amandemen Pasal 7 justru akan akan terabaikannya hak asasi manusia sebab dengan semakin lamanya seseorang menjabat sebagai Presiden dikhawatirkan akan terjadi penyalahgunaan kuasa dan menjadi pemimpin yang otoriter. Hal tersebut tentu menjadikan rakyat sebagai korban atas otoritas pemimpin.

 

Penulis: Ari Andriani

Editor: Rafika Immanuela, Christian Noven

Sumber Referensi:

Al Atok, A. R. (2016). Penguatan Kependudukan Dan Pembatasan Kekuasaan Presiden Dalam Perubahan UUD 1945. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 24(1).

Budiardjo, M. (2018). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wirjosoegito, S. & Noer Indriati. (2015). Pembatasan-Pembatasan Konstitusional Presiden Sesudah Perubahan UUD 1945. Jurnal Idea Hukum. 1(2). 76-87. Yudhistira, E. (2020). Pembatasan Masa Jabatan Presiden Sebagai Upaya Menghindari Terjadinya Abuse of Power. Jurnal Ilmiah Hukum. 23(2). 132-154

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top