Aksi tolak Perppu Cipta Kerja di pelataran kantor DPRD Jawa Tengah, Selasa (14/3). (Sumber: Linikampus)
Peristiwa – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) sepakat untuk disahkan dalam rapat paripurna terdekat. Namun, dalam rapat Badan Musyawarah yang diselenggarakan pada Selasa (14/3) sempat diwarnai penolakan dari dua fraksi DPR asal Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), serta kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperbaiki Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dalam tenggat waktu dua tahun. Namun, bukannya memperbaiki UU Ciptaker, pemerintah justru memilih jalan pintas lain dengan menerbitkan Perppu Ciptaker.
Perppu Ciptaker dianggap bukan hal yang genting untuk segera diterbitkan. Sebab, isinya yang dinilai bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan guna melayani kepentingan para elit. Poin-poin kontroversial ini mengundang atensi masyarakat, terutama buruh dan mahasiswa untuk melakukan aksi protes.
Salah satu aksi demonstrasi yang baru-baru ini digelar oleh ratusan mahasiswa Semarang yang tergabung dalam aksi Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM). Pelataran Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah pun dipenuhi para demonstran pada Selasa (14/3).
Dalam aksi tersebut mahasiswa Semarang membawa tiga tuntutan. Mereka menuntut DPR Republik Indonesia (RI) untuk tidak mengesahkan Perppu Cipta Kerja, menuntut Presiden Jokowi untuk mencabut Perppu Cipta Kerja, dan menuntut Presiden Jokowi beserta DPR RI untuk tunduk terhadap putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Garis besar Perppu Cipta Kerja ini ditujukan untuk membuka lapangan pekerjaan. Isi pasalnya membahas tentang kemudahan dan kepastian usaha, pertumbuhan investasi, serta perlindungan dan pemberdayaan UMKM di tengah ketidakpastian ekonomi global. Namun, poin-poin yang terkandung di dalamnya mengerucut kepada kurangnya perhatian pemerintah terhadap buruh dan pekerja lainnya.
“Penerbitan Perppu Cipta Kerja juga telah menghalangi adanya partisipasi bermakna dari rakyat dalam perumusan Perppu tersebut. Rakyat dalam hal ini seharusnya berhak untuk didengar haknya, untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan hak untuk mendapat penjelasan,” ujar Adib Saifin selaku Koordinator Aksi (Selasa, 14/3).
Aksi berjalan sedikit ricuh karena massa membakar poster serta mendesak masuk ke Kantor Gubernur dan DPRD Jawa Tengah. Dilansir dari CNN Indonesia, Polrestabes Semarang menurunkan 300 anggota Unit Pengurai Massa (Raisa) dan Brimob untuk memantau aksi agar tidak menimbulkan restitusi bagi sekitar.
“Harapannya pasti gimana caranya pemerintah nggak ngasih kebijakan yang payah buat masyarakat kelas bawah,” terang Nur Maajid Taufiqurrahman awak media yang turut meliput aksi ini buka suara ketika diwawancarai oleh Awak Manunggal (Sabtu, 18/3).
Penulis: Adira Khania, Nuzulul Magfiroh.
Reporter: Adira Khania
Editor: Fahrina Alya Purnomo, Zahra Putri Rachmania