Kontroversi MBG: Ketika Makan Bergizi Tak Mengenyangkan Aspirasi Papua

Aksi penolakan program Makan Bergizi Gratis oleh lebih dari 500 siswa di Yahukimo pada Senin (3/2) (Sumber: BBC News Indonesia)

 

Peristiwa – Sejumlah daerah di Papua melakukan aksi unjuk rasa sebagai bentuk penolakan terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Senin (3/2). Aksi tersebut dilakukan oleh sekitar 500 pelajar dari berbagai tingkat pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) di sekitar Tugu Jam, Dekai, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan.

Para pelajar melakukan orasi dengan spanduk yang berisi penolakan terhadap MBG. Melansir dari BBC News Indonesia, seorang pemimpin aksi unjuk rasa, Donny Siep, mengutarakan bahwa alih-alih MBG, mereka meminta adanya beasiswa pendidikan gratis, ilmiah, dan demokratis. Selain itu, mereka juga turut mempertanyakan keterlibatan pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam proses distribusi MBG di wilayah tersebut. 

“Di sini merupakan daerah konflik, dan TNI bawa makanan itu dengan mobil perang sehingga banyak pelajar dan orang tua siswa yang takut,” ujar Donny.

Menanggapi aksi unjuk rasa siswa, Wakil Bupati Yahukimo periode 2024-2029, Esau Miram, mengatakan bahwa program MBG telah diluncurkan sejak awal Januari 2025.  Menurutnya, program tersebut sudah berjalan dan mendapat tanggapan positif dari para siswa.

“Kalau sekarang ada penolakan, maka pihak sekolah akan dipanggil untuk mendengar apa yang menjadi penyebab adanya penolakan,” ucap Esau.

Selain Yahukimo, Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) Bilogai Dekenat Keuskupan Timika di Kabupaten Intan Jaya juga melakukan penolakan terhadap program MBG.

Melansir BBC News Indonesia, Pastor Dekan Yance Yanuarius Wadogouby Yogi, mengusulkan adanya keterlibatan pihak yayasan dan guru-guru dalam pelaksanaan program MBG. Hal ini ditekankan agar tidak menimbulkan risiko dari pihak orang tua siswa maupun masyarakat. 

Kepala Sekolah dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) YPPK Bilogai Dekenat di Sugapa, Intan Jaya, Karpus Belau, juga turut mengusulkan pembagian MBG dilakukan oleh pihak sekolah atau yayasan. Selain itu, Karpus juga turut mengusulkan agar pemerintah pusat sebaiknya lebih memperhatikan masalah-masalah sarana dan prasarana pendidikan di Intan Jaya sebagai salah satu daerah konflik.

“Kami sangat membutuhkan lingkungan yang aman, tidak ada konflik lagi supaya pendidikan bisa berjalan normal,” ujar Karpus.

Sementara itu, Menteri Pertahanan (Menhan), Sjafrie Sjamsoeddin, menanggapi penolakan yang terjadi di Papua. Sjafrie menegaskan bahwa pembagian MBG dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan siswa. 

“Yang penting kita berpikir positif bahwa makan bergizi itu untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi rakyat kita yang dilakukan oleh pemerintah, yang dilaksanakan oleh dapur-dapur TNI yang sedang bertugas di sana,” kata Sjafrie, Selasa (4/2) melansir Detik.com.

Dia turut menjelaskan bahwa penurunan TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk melaksanakan program MBG di Yahukimo dan Intan Jaya dilakukan karena situasi belum kondusif.

“Karena situasi ini belum kondusif. Jadi, kami perlu supaya dapur-dapur ini dikerjakan oleh satuan tugas teritorialnya TNI Angkatan Darat (AD),” ujar Sjafrie.

Pada hakikatnya pelajar di Papua menolak program MBG dengan alasan tidak sesuai kebutuhan utama mereka. Mereka mendesak pemerintah untuk memprioritaskan peningkatan kualitas pendidikan, seperti perbaikan infrastruktur sekolah, ketersediaan guru, dan layanan pendidikan yang memadai. 

Di tengah aksi unjuk rasa, terdapat spanduk yang terbentang dengan tulisan tegas: “Kami tidak butuh makan gratis, kami butuh pendidikan yang layak.” Kalimat tersebut mencerminkan kekecewaan pelajar di Papua yang merasa bahwa kebijakan tersebut tidak menyentuh inti permasalahan yang mereka hadapi.

Penolakan tersebut mencerminkan ketidakpercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah pusat, yang dinilai sering mengabaikan aspirasi lokal. Isu ini semakin kompleks dengan keterlibatan Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang menuduh program MBG sebagai ancaman terselubung bagi generasi Papua.

Meski pemerintah bersikeras melanjutkan program ini, berbagai pihak menilai kebijakan tersebut perlu melibatkan masyarakat lokal, seperti tokoh adat dan organisasi sipil agar lebih relevan dan diterima.

Kasus ini menegaskan bahwa solusi untuk Papua tidak cukup dengan bantuan material, melainkan harus menjawab kebutuhan mendasar, khususnya pendidikan yang berkualitas. Pemerintah diharapkan lebih mendengar aspirasi masyarakat untuk membangun kepercayaan dan masa depan Papua yang lebih baik.

 

Penulis: Dhini Khairunnisa, Salsa Puspita

Editor: Nuzulul Magfiroh, Nurjannah

 

Referensi 

BBC.com. (2025, Februari 6). Papua: Mengapa Warga Intan Jaya dan Yahukimo Tolak Program Makan Bergizi Gratis?.  Diakses pada Senin (10/2) dari Papua: Mengapa warga Intan Jaya dan Yahukimo tolak program makan bergizi gratis? – BBC News Indonesia.

Suara.com. (2025, Februari 5). Ratusan Pelajar di Papua Demo Tolak Makan Gratis, Mendikdasmen: Program Masih Dievaluasi. Diakses pada Senin (10/2) dari Ratusan Pelajar di Papua Demo Tolak Makan Gratis, Mendikdasmen: Program Masih Dievaluasi.

Detik.com. (2025, Februari 9). Isu Program Makan Bergizi Gratis di Papua Ditolak Berujung Ancaman ke Sekolah. Diakses pada Senin (10/2) dari Isu Program Makan Bergizi Gratis di Papua Ditolak Berujung Ancaman ke Sekolah.

Kabartimur. (2025, February 10). Benarkah OPM di Balik Penolakan Makan Gratis di Papua? Kabartimurnews.com. https://www.kabartimurnews.com/2025/02/10/benarkah-opm-di-balik-penolakan-makan-gratis-di-papua/

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top