Kisruh Roadshow Pemira Undip di Sekolah Vokasi: KPPR Diusir, Kostum Ormek Peserta, dan Aksi Propaganda Mahasiswa!

Suasana Roadshow Pemilihan Umum Raya (Pemira) Universitas Diponegoro (Undip) di Sekolah Vokasi (SV), Tembalang, pada Kamis (12/12). (Sumber: Manunggal). 

 

Warta Utama – Kegiatan roadshow Pemilihan Umum Raya (Pemira) Universitas Diponegoro (Undip) 2024 di Sekolah Vokasi (SV) yang digelar pada Kamis (12/12), menjadi sorotan tajam. Acara yang seharusnya menjadi ajang adu gagasan antara calon Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) serta calon Majelis Wali Amanat Unsur Mahasiswa (MWA-UM) ini berubah menjelma panggung kekisruhan. 

Dibandingkan dengan fakultas lain, roadshow di SV menampilkan dinamika yang berbeda, bahkan cenderung kontroversial. Mulai dari diusirnya Komisi Penyelenggara Pemilihan Raya (KPPR), penggunaan kostum organisasi mahasiswa ekstra kampus (ormek) masing-masing calon, hingga aksi poster propaganda oleh sejumlah mahasiswa. 

Ketidakbecusan Panita: KPPR Diusir, Roadshow Diambil Alih 

Ketua BEM SV 2024, Muhammad Rizky Ramadhan, mengungkapkan bahwa kekisruhan ini sebenarnya sudah diprediksi sejak awal. Dalam wawancara bersama awak Manunggal, ia menyoroti lemahnya persiapan panitia penyelenggara.

“Sejujurnya sudah terprediksi bahwa bakal kacau, karena memang secara dari KPPR maupun Badan Pengawas Pemira Raya (BPPR) juga persiapannya tidak matang,” ujarnya. 

Ketidakmatangan tersebut semakin parah dengan absennya BPPR yang seharusnya mengawasi kinerja KPPR. Hal ini menciptakan situasi di mana KPPR terlihat kebingungan saat menjawab berbagai pertanyaan dan menyelesaikan permasalahan yang muncul. 

Lebih lanjut, Rizky menambahkan bahwa akar permasalahan terletak pada senat mahasiswa yang tidak melibatkan BPPR sejak awal pembentukan KPPR. 

“Kesalahan paling fatal sebenarnya ada di langkah pertama mereka. Penyusunan KPPR itu tidak ada BPPR, sehingga kinerja KPPR tidak bisa berjalan maksimal karena tidak ada yang mengawasi,” jelasnya. 

Ketidakmampuan KPPR untuk mempertanggungjawabkan kesalahan mereka sendiri membuat mahasiswa SV memutuskan untuk mengambil alih penyelenggaraan roadshow

“Kami sebenarnya akan terima-terima aja ketika mereka bisa memberikan solusi yang konkret, cuma pada akhirnya mereka tidak bisa memberikan solusi atas permasalahan yang mereka buat sendiri. Ya, akhirnya kita mengambil alih, sesederhana itu sebenernya,” pungkas Rizky. 

Tanggapan Para Peserta Pemira Undip 2024 

Para peserta Pemira Undip 2024 turut memberikan tanggapan perihal pembubaran KPPR oleh SV. Christian Dwi Tama Putra calon MWA-UM Undip 2025 nomor urut 1 mengaku merasa kelelahan dengan sikap yang diberikan KPPR. Ia melihat KPPR tidak tegas dalam mengambil keputusan sehingga berdampak pada pembubaran di roadshow SV. 

“Ketua KPPR-nya sendiri, Alifvito, saya rasa kurang berkompeten dalam menjadi ketua KPPR. (Akhirnya, red) berdampak terhadap (kejadian, red) di roadshow SV,” jelas Christian.

Ibnu Athaillah calon MWA-UM Undip 2025 nomor urut 2 mengatakan menjadi KPPR tahun ini memang sangat menantang. Contohnya saja perubahan timeline yang kurang dikomunikasikan di media sosial dan klarifikasi yang terkesan perlu “disuruh” terlebih dahulu.

Sama seperti Christian, Ibnu merasa KPPR sama sekali tidak menunjukan sifat tegas dan memberi argumen yang lemah. Ia bahkan merasa alih tugas KPPR oleh mahasiswa SV menjadikan roadshow berjalan lebih efisien. 

“Akhirnya massa SV memutuskan mengambil alih acaranya tanpa KPPR dan acaranya berjalan dengan efektif. Efisien ketika anak SV yang mengambil alih begitu,” ungkap Ibnu. 

Pasangan calon (paslon) Ketua dan Wakil Ketua BEM Undip 2025 nomor urut 1, Arkan Fadillah dan Sajida Nurzafira Abdurahim, menilai langkah yang dilakukan SV sudah tepat sebagai teguran sikap pada KPPR. Pengusiran KPPR menjadi bentuk otonomi SV dalam bertindak dan mengambil keputusan. Arkan melihat bentuk pengusiran tersebut adalah bentuk dari kekecewaan mahasiswa SV atas buruknya tanggung jawab KPPR selama roadshow berlangsung. 

“Kami anggap sah-sah saja karena pada akhirnya SV sendiri secara mandiri pun mampu untuk mengadakan roadshow tanpa kehadiran KPPR,” kata Arkan. 

Kostum Ormek dan Kritik terhadap Pertarungan Gagasan 

Selain persoalan teknis, penggunaan atribut ormek oleh peserta juga menjadi perhatian utama. Tidak seperti fakultas lain yang meminta peserta menggunakan kostum khas fakultas tersebut, SV justru memberikan kebebasan kepada peserta untuk mengenakan kostum ormek mereka masing-masing. 

Rizky menjelaskan bahwa keputusan ini diambil untuk menghormati dan mewadahi para calon atas keberagaman organisasi yang ada di lingkungan mahasiswa. Ia juga mengaku bahwa keberadaan ormek sebenarnya mampu menjadi wadah untuk berkembang dengan adanya ideologi mereka masing-masing. 

“Karena pada dasarnya mereka berangkat juga karena ada ekstranya, mereka juga (timsesnya, red) dari ekstra mereka masing-masing. Kami, ya, sangat mendukung, sebenarnya ekstra adalah wadah untuk mengembangkan dengan adanya ideologi-ideologi mereka masing-masing,” terang Rizky. 

Namun, Rizky tidak menutup mata terhadap dinamika politik yang terjadi akibat kehadiran ormek tersebut. Ia menyoroti bagaimana pertarungan gagasan sering kali terdistorsi oleh kepentingan kelompok.

“Kami tidak alergi terhadap ormek, tetapi yang kami sayangkan adalah politik yang terjadi hari ini tidak menunjukkan adanya pertarungan gagasan. Yang ada hanya permainan belakang antarekstra mereka,” kritiknya. 

Ia juga menambahkan bahwa para calon yang hadir tidak mampu memberikan solusi konkret atas berbagai permasalahan yang diangkat mahasiswa SV. 

“Mahasiswa SV sangat tidak puas dengan jawaban-jawabannya. Tidak ada solusi yang jelas, tidak ada yang membuat kami harus memilih mereka. Kami kecewa,” ungkapnya. 

Terkait dinamika Pemira yang sering kali menjadi ajang pertarungan antar ormek, Rizky berharap agar para peserta mampu mengutamakan kepentingan mahasiswa secara keseluruhan dibandingkan afiliasi kelompok mereka. 

“Kami ingin Pemira menjadi ajang demokrasi yang murni, di mana setiap calon benar-benar berbicara untuk mahasiswa, bukan untuk kelompok mereka,” tegasnya. 

Paslon Arkan-Sajida menanggapi peraturan kostum tersebut. Arkan menyebut permintaan dari SV merupakan suatu penyadaran bahwa keberadaan organisasi mahasiswa hingga hari ini tidak terlepas dari eksistensi ormek itu sendiri. Hal yang ingin difokuskan Arkan adalah keberadaan ormek bukan berarti menjadikan wakilnya, Sajida, juga terlibat di dalamnya. 

“Kami coba tunjukan saat roadshow kemarin bahwasannya hanya karena salah satu calonnya yaitu saya berekstra, tetapi tidak menjadikan Sajida itu ekstra,” ungkap Arkan. 

Calon MWA-UM turut memberi komentar. Ibnu menilai SV ingin para calon tampil apa adanya, menunjukan latar belakang dan ormek melalui aksesori yang digunakan. 

“Berarti menunjukan gitu kalau budaya SV ya meminta para calon untuk menjadi apa adanya. Apakah ada latar belakang organisasi ekstranya? Ditunjukan gitu,” ungkap Ibnu. 

Aksi Propaganda: Suara Mahasiswa SV Tidak Bisa Dibeli! 

Selain itu, hal yang menjadi sorotan dalam kekisruhan roadshow Pemira Undip di SV ialah aksi propaganda dari sejumlah mahasiswa. Poster-poster kritik dan berbagai bentuk pernyataan protes menghiasi lokasi acara, seperti, “Basi Tebar Janji Manis di Sekolah Vokasi”, “Pemira Undip Hanyalah Formalitas Belaka”, “Suara Vokasi Bukan Sekadar Alat Politisasi”, dan “Antara Pilih Dinasti Lama atau Dinasti Baru”.

Menurut Rizky, gerakan ini muncul secara natural sebagai bentuk keresahan mahasiswa SV terhadap kondisi yang ada. 

“Kami memastikan ini bukan untuk kepentingan siapa pun. Kami ingin memastikan bahwa hari ini pertarungan gagasan, bukan hanya tentang siapa backing-an mereka,” jelasnya. 

Aksi propaganda ini menjadi simbol perlawanan mahasiswa SV terhadap praktik demokrasi yang dianggap cacat. 

“Suara kami tidak semurah itu. Kami ingin Pemira ini sehat, karena ini adalah pesta demokrasi untuk mendapatkan pemimpin baru yang berkualitas. Sayangnya, panitia sendiri tidak bisa menyelenggarakan dengan baik,” tegas Rizky. 

Reporter: M. Irham Maolana, Hildha Muhammad Tahir, Ayu Nisa’Usholihah, Freddy Prastianto Pamungkas 

Penulis: M. Irham Maolana, Hildha Muhammad Tahir 

Editor: Ayu Nisa’Usholihah

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top