Para Demonstran Duduk di Depan Kantor Gubernur Jawa Tengah Sambil Melakukan Orasi dan pada Selasa (19/2). (Sumber: Manunggal)
Semarangan – Aksi turun ke jalan kembali dilakukan oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Semarang untuk menuntut serta mengevaluasi kebijakan pemerintah yang amburadul dalam beberapa waktu terakhir. Aksi tersebut berlangsung di dua titik, yakni depan Gedung Balai Kota Semarang dan depan Kantor Gubernur Jawa Tengah Semarang, pada Selasa (19/2).
Mulanya, massa berkumpul di titik kumpul sesuai dengan kesepakatan masing-masing kemudian bergerak ke Universitas Diponegoro (Undip) Kampus Pleburan. Namun, terdapat beberapa massa yang melakukan aksi di depan Gedung Balai Kota Semarang dan melakukan orasi sebelum akhirnya berpindah ke titik kumpul.
“Di Balai Kota kami di sini tadi cuma orasi aja cuma 30 menitan, habis itu kita baru lanjut ke gubernuran yang ada di Pleburan itu,” jelas Muhammad Rafi, atau akrab disapa Rafi, selaku koordinator lapangan (korlap) dari Undip.
Menurut pengakuan dari Rafi, pemberlakuan 2 titik aksi tersebut dilakukan untuk membagi massa guna menghindari kekuatan aparat yang hanya terfokus pada satu tempat saja.
“Sebenarnya kita untuk memitigasi hal-hal yang memang terjadi sebelum-sebelumnya, yang di mana polisi terlalu fokus dan pada akhirnya kekuatannya terlalu berlebihan, gitu,” tukas Rafi.
Bergerak pada pukul 14.30 Waktu Indonesia Barat (WIB) dari Undip Kampus Pleburan dan melakukan long march hingga ke depan Gedung Polisi Daerah (Polda) Provinsi Jawa Tengah, mahasiswa melakukan beberapa orasi. Kemudian, berjalan lagi hingga ke titik akhir aksi, yakni di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah.
Aksi yang mengusung tema “Indonesia Gelap” dilatarbelakangi oleh keresahan masyarakat dan mahasiswa mengenai kebijakan yang baru-baru ini menjadi perbincangan publik. Terlebih mengenai isu pemangkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di sektor pendidikan yang diperkirakan akan berpengaruh pada pengurangan jumlah penerima Beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) tahun 2025.
“Kebetulan aku juga seorang mahasiswa, yaitu ya tadi, masalah pendidikan juga, kembali ke pendidikan, yang di mana banyak sekali mahasiswa penerima beasiswa KIP-K yang merasa resah karena adanya batasan biaya pendidikan,” ucap Fauza, mahasiswi Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Semarang.
Selama demo berlangsung, massa aksi terpantau tidak melakukan tindakan anarkis yang merugikan. Aksi tersebut berjalan secara terstruktur dan berada dalam satu komando.
“Siang tadi, kalau dilihat, dari massa tidak banyak mengeluarkan gerakan tambahan. Artinya gerakan ini memang organik dan terstruktur,” ungkap perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Universitas Negeri Tidar (Untidar), Wisnu Saputra.
Meskipun pada awalnya aksi berlangsung secara kondusif, tetapi di pertengahan sempat terjadi peristiwa yang memicu kepanikan massa dikarenakan terdapat mobil komando yang tengah melintas.
“Kejadian ketika lari itu, mobil komando mau masuk dan mungkin massa aksi kondisinya sudah capek ya, jadi agak panik,” ungkap Nabila selaku perwakilan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Diponegoro.
Para massa berharap agar aksi yang dilakukan berhasil mencapai final ketika sudah dibacakan poin tuntutan oleh perwakilan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah dari tiga sampai tujuh fraksi yang berbeda.
“Itu untuk membacakan poin tuntutan, lalu menandatangani dan mengaudiensikannya kepada pemerintah. Cuma dari pihak DPRD-nya sendiri hanya menghadirkan kurang lebih dua, yang mana kami menuntut kurang lebih tiga sampai dengan tujuh dengan berbeda fraksi semua,” tutur Muhammad Rafi.
Menurut kesaksian salah satu staf DPRD yang tidak disebutkan namanya mengungkapkan bahwa beberapa hari mereka memiliki agenda kunjungan ke berbagai daerah.
Sekitar pukul 15.34 WIB, para mahasiswa melakukan aksi simbolis berupa pengucapan janji mahasiswa dengan melepas jas almamater masing-masing. Aksi tersebut pun diikuti dengan penggantungan almamater oleh perwakilan setiap perguruan tinggi.
“Lepas almet kawan-kawan semuanya! Lepas, karena setelah ini kita bakal membungkam dan membuat bagaimana tahi ini kita lemparkan kepada DPR, ikuti!” seru orator dari BEM KM Unnes.
Mahasiswa melepas almamater dan meletakkannya di gerbang Kantor Gubernur Jawa Tengah, pada Selasa (18/2). (Sumber: Manunggal)
Setelah pembacaan sumpah mahasiswa yang disertai dengan melepas jas almamater, massa mulai membacakan tuntutan aksi yang ditujukan oleh pemerintah. Adapun poin-poin tuntutan yang diajukan dalam aksi Semarang Menggugat, yaitu:
- Tuntut dan segera sahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Masyarakat Adat.
- Tuntut dan segera sahkan RUU Perampasan Aset.
- Melakukan revisi pada Undang-undang (UU) Kementerian untuk menghentikan penggemukan pada Kabinet Merah Putih.
- Menuntut percepatan reshuffle menteri bermasalah dengan maksimal waktu 6 bulan.
- Tolak tegas konsesi tambang bagi perguruan tinggi.
- Tolak bentuk militerisasi dalam ranah sipil.
- Menagih janji pemerintah dalam ranah menekan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
- Menolak represifitas aparat penegak hukum.
- Menegakkan etika penyelenggaraan negara.
- Memprioritaskan utama terkhusus pada pendidikan dan kesehatan.
- Usut tuntas proyek Ibukota Nusantara (IKN).
- Evaluasi secara menyeluruh terkait Proyek Strategis Nasional (PSN).
Selain poin-poin tuntutan di atas, beberapa orator, seperti perwakilan dari Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Koordinator Komisariat (Korkom) Universitas Islam Negeri (UIN) Wali Songo melakukan orasi yang menuntut kejelasan pemberlakuan efisiensi anggaran di dunia pendidikan dan mengenai program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Hari ini, kita di sini datang jauh-jauh untuk merantau, untuk berpendidikan, tapi apa kata pemerintah? Pendidikan mahal! Pendidikan di-nomor duakan!” seru salah satu orator dari HMI Korkom UIN Wali Songo.
Selain pendidikan, orator dari HMI Korkom UIN Wali Songo juga turut menyuarakan alokasi anggaran program MBG yang dianggap tidak jelas dalam orasinya.
“Makanan bergizi gratis, apa itu? Alokasinya tidak jelas!” tambahnya saat melakukan orasi.
Selain perwakilan dari HMI Korkom UIN Wali Songo, BEM KM Universitas Negeri Semarang (Unnes) juga melakukan orasi. Orasi tersebut mengkritisi ucapan yang pernah dilontarkan Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto, “Ndasmu” saat pidato perayaan acara hari ulang tahun (HUT) ke-17 Partai Gerindra di Sentul Internasional Convention Center (SICC), Bogor, pada Sabtu (15/2).
“Ndasmu! Bagaimana kata yang dilontarkan oleh presiden Indonesia, mencerminkan bagaimana sebuah pimpinan negara hari ini, mereka busuk!” ucap orator dari BEM KM Unnes dengan lantang.
Setelah pembacaan tuntutan dan penyampaian beberapa orasi, massa melakukan aksi simbolis lain yaitu meletakkan kotoran sapi dan air comberan yang dilakukan di depan gerbang Kantor Gubernur Jawa Tengah sekitar pukul 16.40 WIB.
Selain digunakan sebagai aksi simbolis, peletakkan kotoran sapi tersebut dijadikan sebagai pembatas antara massa dan aparat agar kedua pihak tersebut tidak saling melewati batas. Berharap bahwasanya demo ini merupakan aksi damai dan tidak terjadi bentrok dengan aparat.
“Ya karena, se-simple adalah ya pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan yang tai, atau tidak berfaedah dan juga malah menyusahkan masyarakat. Mulai dari gas elpiji, lalu efisiensi anggaran di bidang pendidikan, kesehatan yang sangat berdampak pada masyarakat, gitu,” terang Korlap Undip, Muhammad Rafi Aliefanto.
Aksi tersebut berakhir sekitar pukul 18.10 WIB setelah para massa berhasil masuk dan menduduki halaman Kantor Gubernur Jawa Tengah untuk kemudian membacakan press release oleh perwakilan massa.
“Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh. Hidup mahasiswa! Hidup rakyat Indonesia! Hidup pendidikan Indonesia!” ucap perwakilan massa mengawali pembacaan press release.
Perwakilan massa tersebut kemudian menyampaikan keberhasilan aksi di sore hari itu karena telah berhasil masuk ke halaman Kantor Gubernur Jawa Tengah.
“Pada hari Selasa, tanggal 19 Februari 2025, Masyarakat Sipil Jawa Tengah Menggugat, berhasil menduduki kantor gubernuran dan juga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah, kawan-kawan,” ucapnya membacakan hasil aksi yang sedang berlangsung.
Setelah menyatakan kemenangan aksi, perwakilan massa tersebut melanjutkan pembacaan press release yang berisi poin-poin tuntutan yang telah disampaikan sebelumnya. Beliau mengatakan bahwa banyak permasalahaan dan keresahan yang terjadi di pemerintahan Prabowo-Gibran dan Kabinet Merah Putih.
“Berkaca pada sederet permasalahan dan juga keresahan yang ada ditimbulkan oleh kebijakan Prabowo-Gibran dan juga Kabinet Merah Putih. Kami, Aliansi Semarang, Semarang menggugat, yang pertama tuntut segera sahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat,” ucapnya yang kemudian dilanjutkan dengan pembacaan poin-poin tuntutan.
Perwakilan massa tersebut menyelesaikan pembacaan 12 tuntutan aksi dan kemudian menutup penyampaian press release dengan seruan yang memantik semangat mahasiswa.
“Itu tuntutan dari kawan-kawan masyarakat sipil Semarang Menggugat: Prabowo-Gibran Mencekik Rakyat. Hidup mahasiswa! Hidup rakyat Indonesia! Hidup pendidikan Indonesia! Hidup perempuan yang melawan!” ucapnya mengakhiri pembacaan press release.
Gerakan demonstrasi ini dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia dalam waktu satu minggu mulai dari 17-20 Februari setelah minggu lalu BEM Seluruh Indonesia (SI) melaksanakan konsolidasi. Semarang raya sepakat turun ke jalan pada hari Selasa, sedang sehari sebelumnya Jakarta dan beberapa kota lain sukses turun ke jalan.
Aksi tersebut merupakan buntut dari kebijakan yang tidak bijak dari pemerintah, dan desakan evaluasi terhadap isu-isu yang sarat kepentingan pejabat daripada rakyat.
Reporter: Alfin Nuril, Nabiih Nashiira, Aisyah Tsabita, Zulfa Arya, Billy Mahesa, Salwa Hunafa, Sintya Dewi Artha, Mitchell Naftaly, Hanifa Khairunnisa, Dhini Khairunnisa, Christini Letania, Nita Fauziah, Nurjannah, Nuzulul Magfiroh
Penulis : Salwa Hunafa, Sintya Dewi Artha, Mitchell Naftaly
Editor: Nuzulul Magfiroh, Nurjannah