Semarangan – Konflik Desa Wadas hingga kini masih menjadi pembicaraan hangat di mata publik. Sebagai tindak lanjut dari konflik tersebut, warga Wadas menginisiasi rangkaian acara “Screening Film Wadas Tetap Waras dan Diskusi Bersama Jejaring Warga Jawa Tengah” pada Jumat (18/2).
Diskusi yang bertajuk “Perampasan Lahan dan Pencemaran Lingkungan : Masa Depan Warga Jawa Tengah” tersebut diselenggarakan untuk melihat benang merah mengenai permasalahan yang bukan hanya terjadi di Wadas, tetapi juga di daerah Batang, Sukoharjo, Dieng, dan Kedungombo terkait perampasan lahan.
“Kami mencoba melihat lebih luas krisis Wadas dengan melihat kasus serupa di Batang, Sukoharjo, Dieng, dan Kedungombo yang juga membongkar cerita lama tentang pembongkaran lahan,” tutur Kornel salah satu bagian dari Komite Rakyat Korban Pelanggaran HAM LBH Semarang, saat diwawancarai oleh Awak Manunggal, Jumat (18/2).
Menurut Kornel, benang merah dari krisis yang dialami saat ini paling mudah dilihat dari percepatan pembangunan melalui proyek strategis nasional untuk pertumbuhan ekonomi. Namun naasnya, dalam proses pertumbuhan ekonomi tersebut, pihak yang dikorbankan ialah masyarakat.
“Sejak awal pertumbuhan ekonomi bukan persoalan pemerataan kesejahteraan, tetapi bagaimana produksi dan jasa terus meningkat. Jadi, siapa yang diuntungkan dari pertumbuhan ekonomi ini, ya oligarki,” ungkap dia.
Pada awalnya, forum diskusi direncanakan untuk bertempat di Matera Café, akan tetapi mengalami pemindahan lokasi ke Kedai Wakamsi. Relokasi berawal dari pengakuan pihak Matera Café yang mendapat intimidasi dan ancaman berupa penyegelan tempat oleh pihak Kepolisian jika tetap menggelar diskusi. Hal tersebut berimplikasi terhadap ketidaksesuaian pada jadwal diskusi yang seharusnya telah terstruktur.
“Buat kami ini memalukan sekali, lagi-lagi polisi mencoreng muka-nya sendiri karena dia tidak punya alasan yang mendasar untuk melarang diskusi ini. Alasannya adalah nggak ada surat pemberitahuan, bahkan surat izin,” ungkapnya.
Forum diskusi berlangsung dengan turut diikuti oleh warga Wadas, Batang, Kedungombo, Dieng, dan Sukoharjo. Selain diskusi, adapula rangkaian acara lainnya seperti pameran, berbincang sambil mencicipi kopi Wadas, dan penutupan.
“Saya kira diskusi tadi menjadi tempat evaluasi mendalam terkait sesuatu yang salah seperti adanya peristiwa di Wadas dan dilarangnya kegiatan diskusi seperti ini,” tutur Kornel. Lebih lanjut, ia berharap agar forum ini dapat menjadi ruang evaluasi mengenai keberjalanan demokrasi dan membangun solidaritas antar warga.
Reporter: Adellia Putri Utami
Penulis: Rafika Immanuela
Editor: Christian Noven