
Salah satu penampilan tari tradisional dalam acara Dipo Menari 2025 yang diselenggarakan di Jogging Track pada Sabtu (26/4) (Sumber: Manunggal)
Warta Utama – Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kesenian Jawa (KJ) Universitas Diponegoro (Undip) menyelenggarakan acara Dipo Menari pada Sabtu (26/4), sebagai bentuk peringatan Hari Tari Sedunia. Acara tersebut dilaksanakan di Jogging Track Undip dan sejak pukul 15.00 hingga 21.00 Waktu Indonesia Barat (WIB).
Dipo Menari mengusung tema “Citra Taraning Gatih”. Citra bermakna diri, Taraning adalah tarian, sementara Gatih memiliki arti berdinamika. Tema Dipo Menari 2025 ini akhirnya memiliki makna tentang bagaimana diri ini dapat berdinamika dalam kesenian melalui gerak tari.
Ketua Pelaksana Dipo Menari 2025, Neysa Sheril mengemukakan bahwa tujuan diadakannya Dipo Menari adalah agar kesenian, terutama yang ada di Semarang tetap terjaga. Selain itu, Neysa juga turut menimpali bahwa acara ini juga ditujukan untuk meningkatkan awareness mahasiswa mengenai kesenian, terutama seni tari.
“Pengen biar mahasiswa itu tetep aware terhadap kesenian, terutama seni tari. Maka dari itu, kami ingin mencoba menggerakkan kembali seluruh mahasiswa dan teman-teman, anak sekolahan juga untuk kita mewadahi tampil, di sini juga gratis,” jelas Neysa saat diwawancarai oleh salah satu Awak Manunggal pada Sabtu (26/4).
Acara Dipo Menari ini juga dihadiri oleh seluruh elemen masyarakat. Tidak hanya mahasiswa Undip, Dipo Menari juga dihadiri oleh UKM Seni dari kampus lain, misalnya Politeknik Negeri Semarang (Polines), Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), dan siswa-siswa di sekitar Semarang. Menurut Neysa, partisipan dan penonton paling jauh berasalkan dari kota Salatiga.
Hal ini menjadi inovasi baru yang diterapkan oleh KJ Undip di tahun 2025 dalam menciptakan ruang bebas ekspresi bagi seluruh mahasiswa dan masyarakat yang memiliki minat dan bakat dalam seni tari.
“Kita tidak membuka batasan siapa yang mau mendaftar, ada anak-anak Sekolah Dasar (SD), ada anak Sekolah Menengah Atas (SMA), dari komunitas kebudayaan sanggar-sanggar yang di sekitar Semarang, ada yang dari Salatiga dan juga Ungaran yang ikut join di acara Dipo Menari tahun 2025,” lanjut Neysa.
Sebagai ruang bebas ekspresi dan kreativitas, Dipo Menari menjadi salah satu bentuk panggung bebas untuk banyak komunitas, baik tari modern maupun tradisional. Panggung ini kemudian diharapkan menjadi sarana mereka untuk terus melanggengkan seni melalui tarian. Hal ini juga mengakomodasi antusiasme mahasiswa dan masyarakat untuk terus tampil dan meramaikan acara seni.
“Banyak komunitas dance dan tari tradisional yang daftar, ada yang pertama kali juga (red, nari), jadinya, menurut saya ini adalah event kolektif, karena mereka nari gak bayar, terus kita juga gak ngasih bayaran ke mereka, penonton juga gratis, dan ini bener-bener kolektif,” ucap Neysa.
Di sisi lain, pentingnya acara seperti Dipo Menari untuk keberlangsungan hidup seni di tahun-tahun berikutnya dirasakan oleh seluruh pihak. Salah satunya adalah Rumana sebagai peserta tari dari UKM Independence, Fakultas Psikologi (FPsi) yang turut tampil pada acara Dipo Menari.
“Menurutku penting banget sih, soalnya biar orang-orang tahu sama tari tradisional sama tari-tarian kayak gitu. Lumayan interesting juga buat orang-orang,” jelas Rumana saat diwawancarai oleh Awak Manunggal.
Rumana menjelaskan bahwa melalui acara Dipo Menari ia turut belajar mengenai tarian berkat penampilan pertamanya. Rumana juga turut merasa, melalui berbagai penampilan tarian yang dibawakan, rasa ketertarikan terhadap tarian, baik tradisional maupun modern turut terbangun. Ia juga berharap bahwa di tahun berikutnya, Dipo Menari dapat dilaksanakan dengan lebih ramai dan meriah.
Mas dan Mbak Undip 2024, Muhammad Shiddiq Harya dan Maliya Putri juga turut menikmati acara Dipo Menari sekaligus kembali melestarikan budaya Indonesia khususnya Jawa Tengah. Meskipun kehadiran mereka adalah pengalaman pertama, namun mereka merasa amaze dengan para talent yang luar biasa totalitas.
Menurut Harya, kegiatan Dipo Menari dapat membuktikan bahwa peran UKM dapat menjadi wadah dan mengakomodasi berbagai skill mahasiswa yang terkumpul dalam satu unit. Ia juga menyampaikan bahwa Dipo Menari mampu kembali menjadi refleksi dan pelestarian terhadap kebudayaan Indonesia di tengah era modernisasi, serta menghargai budaya asing sebagai bakat baru yang menarik untuk dipelajari.
“Semoga anak-anak Undip bisa lebih berani untuk menunjukkan potensi yang mereka punya. Kemudian untuk dari Undip sendiri semoga bisa terus memfasilitasi mahasiswa-mahasiswanya,” tutur Mbak Undip 2024, Maliya di tengah acara Dipo Menari.
Tampaknya Dipo Menari menjadi acara yang cukup krusial untuk kembali diselenggarakan secara berkelanjutan. Tidak hanya sebagai bentuk pelestarian budaya, tetapi menyatukan berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa, menumbuhkan kepercayaan diri, dan ketertarikan dalam mendalami seni tari.
Akan tetapi, suksesnya acara Dipo Menari tak luput dari kendala yang mereka hadapi selama mempersiapkan acara, Neysa mengaku bahwa larangan untuk menempatkan stand/booth sponsor menjadi salah satu hambatan selama selama proses peminjaman tempat. Neysa dan panitia tidak diperbolehkan bekerjasama dengan sponsor yang membuka stand karena nanti tidak lagi terhitung sebagai izin peminjaman tempat, melainkan menjadi penyewaan tempat yang mengharuskan mereka membayar uang muka.
Selain itu, selama proses peminjaman tempat, panitia sempat dilempar-lempar oleh pihak birokrasi pun sehingga sempat menjadi kendala yang menjengkelkan. Namun meskipun begitu, Neysa melihat bahwa dengan tetap diselenggarakannya acara Dipo Menari, pihak kampus masih tetap mendukung terselenggaranya kegiatan tersebut setiap tahunnya.
Meski menghadapi kendala, Neysa tetap berharap kepada seluruh warga kampus dapat mendukung dan menghimpun acara kesenian. Selain itu, Neysa berharap antusiasme mahasiswa dan masyarakat akan meningkat terhadap kesenian, terutama seniman-seniman di luar sana.
Reporter: Dhini Khairunnisa, Hanifah Khairunnisa, Alya Nabilah
Penulis: Dhini Khairunnisa, Hanifah Khairunnisa, Alya Nabilah
Editor: Nuzulul Magfiroh