Beban Tugas Menjelang UAS: Efisiensi atau Eksploitasi?

Pelaksanaan UAS di FISIP Undip Tahun Akademik 2022/2023 (Sumber: Unggahan Akun Instagram @fisipundip.official)

 

Peristiwa – Mendekati Ujian Akhir Semester (UAS), fenomena beban tugas yang menumpuk menjadi realitas yang harus dihadapi oleh mahasiswa.

Berdasarkan wawancara dengan mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip), muncul pandangan yang cukup kritis mengenai apakah beban tugas ini benar-benar efisien dalam mempersiapkan mahasiswa atau justru menjadi bentuk eksploitasi terhadap waktu dan energi mereka.

Setiap menjelang UAS, mahasiswa mengaku bahwa intensitas tugas dari dosen justru semakin meningkat. 

Udah jadi tradisi, sih, tiap UAS. Jadi, 4 semester itu setiap UAS dosen-dosennya malah makin ‘giat’ ngasih tugas dengan embel-embel ‘buat belajar’,” ungkap Zefanya, mahasiswa Program Studi (Prodi) Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undip. 

Tugas yang diberikan pun beragam, mulai dari kuis, presentasi, paper, bahkan seringkali dalam tugas kelompok. Ini berarti, selain mempersiapkan diri untuk ujian dan tugas, mahasiswa juga harus mengelola dinamika kelompok yang bisa menjadi tantangan tersendiri.

Meskipun tidak semua dosen memberikan tugas menjelang UAS, banyak yang menerapkan tugas sebagai pengganti ujian. Hal ini sebenarnya memberikan kelonggaran saat hari ujian tiba, tetapi menciptakan tumpukan deadline yang berdekatan. 

“Banyak tugas pengganti UAS, tapi hampir semua deadline-nya berbarengan. Jadinya, ya, sama aja. Bedanya stresnya nggak di ruang ujian, tapi di rumah,” imbuh Zefanya.

Untuk mengelola beban ini, beberapa mahasiswa mengambil langkah ekstrem seperti “bolos” dari kelas yang presensinya sudah aman untuk fokus menyelesaikan tugas. 

“Waktu dan energi yang buat kelas, aku pakai buat ngerjain tugas. Dan yang terpenting kurangi main, kurangi nongkrong. Waktu yang biasa dipakai buat main itu berharga banget buat nyicil tugas sekaligus belajar,” ujar Zefanya. 

Namun, langkah ini bukanlah solusi ideal dan menunjukkan betapa beban tugas dapat memaksa mahasiswa untuk mengorbankan aspek lain dari kehidupan kampus mereka.

Tidak semua tugas memberikan manfaat yang sama. Tugas seperti esai, paper, atau kuis di tempat dinilai membantu dalam memahami materi, sementara tugas presentasi atau soal uraian take home seringkali justru menambah beban tanpa memberikan pemahaman yang signifikan. 

“Kalau tugas dalam bentuk esai, paper, atau kuis di tempat seperti itu jujur lebih membantu aku dalam memahami materi. Tapi beda cerita kalau tugasnya dalam bentuk presentasi atau soal uraian take home,” jelas Zefanya.

Beban tugas yang tinggi tentu saja akan memengaruhi kesiapan mereka untuk belajar menghadapi UAS.

“Mahasiswa malah nggak sempet buat belajar UAS-nya. Terlebih kalau tugas yang diberikan butuh konsentrasi dan waktu mengerjakan yang lama. Kalau semua matkul? Ya, tepar dong,” kata Zefanya.

Zefanya pun mengusulkan beberapa solusi untuk mengurangi tekanan ini, seperti meluangkan minggu terakhir sebelum UAS untuk konseling dengan dosen atau diskusi kelas tanpa tugas “ber-deadline”. Ini akan memberikan mahasiswa lebih banyak waktu untuk belajar secara mandiri dan mendalam. 

Nggak semua mahasiswa itu cara belajarnya dengan dikasih tugas ‘ber-deadline’. Jatuhnya panik, terus malah nggak sempet belajar buat UAS,” ungkap Zefanya.

Seorang mahasiswa lain dari Prodi Administrasi Publik mengungkapkan bahwa tugas-tugas yang diberikan kepadanya tidak membantu dalam memahami materi yang akan diujikan. 

“Aku cenderung pelupa anaknya. Jadi, setelah ngerjain tugas, ya, lupa apa yang aku bahas,” ujar Wientyas Alifia Khairunnisa.

Wientyas menjelaskan bahwa sebagian besar tugas yang diberikan berupa pembuatan makalah yang tidak selalu menggunakan acuan dari materi Power Point (PPT) dosen. Akibatnya, ketika menghadapi ujian tertulis, mereka harus belajar kembali dari awal.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun tugas-tugas tersebut dirancang untuk mendukung pembelajaran, kenyataannya justru bisa menambah beban pikiran dan stres bagi beberapa mahasiswa. Stres dari beban tugas ini tidak hanya berdampak pada fisik, tetapi juga mental mahasiswa.

Wientyas menuturkan caranya mengelola stres adalah dengan melakukan aktivitas menyenangkan untuk diri sendiri, seperti menonton drama Korea (drakor), hingga mendengarkan musik. 

“Nonton drakor biasanya di sela-sela waktu luang setelah capek nugas atau selesai baca materi tertentu. Aku cenderung melakukan hal yang aku enjoy, sering ditemani musik setiap kali ngerjain tugas. Musik membantu meredam stres karena bisa sambil menggumam,” ungkap Wientyas.

Ia mengungkapkan bahwa ujian tertulis berbasis studi kasus yang menuntut analisis mendalam bisa menjadi alternatif yang lebih efektif dibandingkan dengan ujian yang berpatokan pada isi presentasi. Hal ini karena mahasiswa cenderung tidak mengingat detail presentasi dengan baik. 

Tugas yang diberikan pada dasarnya bertujuan untuk menguji pemahaman mahasiswa terhadap materi tertentu, serta berkontribusi pada nilai keaktifan dan diskusi di kelas. Namun, tugas yang diberikan secara mendadak dan rutin setiap minggu dapat menjadi beban yang cukup berat bagi mahasiswa. 

Meski demikian, jika arahan tugas jelas dan deadline yang diberikan masih masuk akal, pemberian tugas bisa menjadi cara efektif untuk memastikan bahwa mahasiswa benar-benar memahami materi yang diajarkan. Selain itu, hal ini juga merupakan salah satu cara bagi mahasiswa untuk memperoleh Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang baik. 

Pada akhirnya, efektivitas tugas sebagai alat evaluasi sangat bergantung pada bagaimana tugas tersebut diberikan dan dipandang oleh mahasiswa. Dengan pemahaman yang tepat dan dukungan dari dosen, tugas-tugas ini bisa menjadi sarana pembelajaran yang bermanfaat, bukan hanya beban tambahan.

Beban tugas menjelang UAS seringkali dianggap menimbulkan perdebatan antara efisiensi dan eksploitasi oleh beberapa mahasiswa Undip. Sementara beberapa tugas membantu pemahaman, tumpukan tugas dengan deadline berdekatan justru menambah stres dan mengurangi waktu belajar efektif. 

Solusi yang lebih berfokus pada kebutuhan belajar mahasiswa, seperti konseling akademik dan diskusi dapat menjadi langkah yang lebih efektif untuk mempersiapkan mahasiswa menghadapi UAS, tanpa harus mengorbankan kesehatan mental dan fisik mereka.

Beban tugas merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pengalaman akademik mahasiswa. Namun, perlu diingat bahwa keseimbangan antara efisiensi belajar dan kesejahteraan mahasiswa harus dijaga. Dosen dan universitas memiliki peran kunci dalam memastikan bahwa beban tugas yang diberikan tidak menjadi sumber stres tambahan bagi mahasiswa.

 

Reporter: Nuzulul Magfiroh 

Penulis: Nuzulul Magfiroh

Editor: Hesti Dwi Arini, Ayu Nisa’Usholihah

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top