Saya pernah mendengar komentar yang berkata bahwa beban universitas semakin besar dikarenakan mahasiswa semester 9 ke atas yang tidak segera merampungkan kuliahnya. Jadi yang dimaksud hal tersebut adalah univeristas memiliki BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri) yaitu sumbangan dari pemerintah yang perlu dibagi jumlah mahasiswa. Jadi jika banyak mahasiswa semester tua (lebih dari semester 8) yang tidak segera lulus maka nilai pembandingnya semakin besar sehingga mengurangi jumlah nilai seharusnya. Jadi begini, seharusnya perhitungan BOPTN itu pembandingnya hanya empat angkatan tidak perlu menjadikan angkatan tua sebagai bagian dari angka pembanding BOPTN. Toh jika tahun ini angkatan 2013 sudah semester 9 akan digantikan oleh angkatan 2017 yang baru mulai semester 1, angkatan 2017 sudah jelas pemasukannya akan sangat banyak ditambah dengan SPI jalur Mandiri dengan angka yang cukup besar. Lalu semester 9 itu menjadi beban yang seperti apa? Mahasiswa semester tua hanya mengambil SKS skripsi yang tidak membutuhkan jam tambahan untuk dosen mengajar, tidak membutuhkan ruang kelas untuk kuliah, tidak butuh jadwal untuk praktikum, tidak butuh hal – hal yang dirasakan mahasiswa dengan SKS penuh. Logikanya, jika univeristas menggunakan empat angkatan (2017, 2016, 2015, 2014) sebagai pemasukan univeristas, maka angkatan 2013 adalah pemasukan tambahan. Maka akan diperoleh pemasukan tambahan dari mahasiswa semester 9 meskipun dengan setengah harga UKT atau dengan uang kuliah yang telah disesuaikan. Singkatnya, univeristas tidak mengalami kerugian jika angkatan 2013 membayar setengah dari uang kuliah mereka.
Jika korelasi dan penjelasan yang saya utarakan itu memungkinkan dapat diterima, maka seharusnya sudah sejak awal Undip menerapkan penyesuaian ini dan tidak serta merta menetapkan Surat Keputusan (SK). Hemat saya, masalah ini sesungguhnya ada pada pemangku kebijakan universitas yang tidak mampu atau mungkin lebih tepat tidak cukup berani mengambil keputusan yang membahayakan pemasukan institusi dengan tetap membiarkan mahasiswa yang sudah 8 semester lebih untuk membayar UKT tetap membayar dengan angka yang sama. Padahal sudah sangat jelas dalam Peraturan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) tepatnya No. 39 tahun 2016 bahwa segala penetapan tentang UKT lebih lanjut berada di tangan pimpinan perguruan tinggi. Seharusnya pemimpin perguruan tinggi memiliki otoritas yang cukup untuk membuat kebijakan yang berpihak pada mahasiswanya.
Semoga tulisan ini tidak hanya berakhir dalam kepala, namun berakhir pada sebuah tindakan pencarian solusi. Karena keadilan inilah yang kami perjuangkan.
Nesa Wilda Musfia
Mahasiswa Hubungan Internasional 2013
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik