Tak selalu mudah, meskipun Pemira Undip 2021 terlaksana dengan apik dan sudah ada penetapan Ketua dan Wakil Ketua BEM serta MWA UM terpilih untuk periode kepengurusan tahun 2022, nyatanya selalu ada yang menarik animo mahasiswa lainnya. Satu hal yang ingin disoroti dalam tulisan ini yakni terkait pengaduan pelanggaran terhadap pelaksanaan Pemira yang dianggap menyalahi asas-asas yang dianut sebagaimana sebuah pemilihan.
Pengaduan Pelanggaran Pemira Undip 2021
Sesuai dengan timeline, pada saat masa banding masuklah beberapa aduan mengenai pelanggaran Pemira. Naufal, selaku perwakilan Tim Yudisial (TY) mengatakan bahwa pelanggaran yang masuk sedikitnya ditujukan kepada empat pihak.
Sidang pertama diadakan pada tanggal 20 Desember 2021 yang kemudian diundur dengan alasan penggugat meminta perpanjangan waktu untuk melengkapi berkas pendukung. Sidang kembali digelar pada tanggal 21 Desember 2021 pukul 14.00 WIB dan dilanjut dengan Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim (RPMH) secara tertutup pada tanggal 23 Desember 2021 pukul 16.20 WIB.
Berikut merupakan hasil putusan sidang terkait diterima atau ditolaknya gugatan yang diajukan. Pertama, pengaduan terhadap kampanye di hari tenang yang dilakukan oleh Timses Paslon 02 diterima karena TY melihat bahwa tidak ada jawaban penguatan yang berdasar jika tergugat satu tidak melakukan kesalahan. Lebih lanjut, Naufal juga menjelaskan jika apa yang dipaparkan dan bukti-bukti yang ditunjukkan memang dinyatakan bersalah.
Kedua, pengaduan terhadap Panitia Pemilih (Panlih) Pemira Undip 2021 yang dianggap melanggar Pasal 69 Perma Nomor 03 tahun 2021 dengan melakukan kesalahan administratif yang merugikan peserta pemira ditolak. Jawaban dari tergugat 2 diterima karena tidak ada dasar yang kuat dan landasan yang dipakai dinilai terlalu subjektif.
Ketiga, tuduhan yang ditujukan kepada Panwas karena dinilai lalai menjalankan tugasnya saat hari tenang juga turut ditolak. Dengan catatan adanya press release permintaan maaf yang kemudian diposting di Instagram @pemiradiponegoro sebelum dilaksanakannya pemeriksaan persidangan lebih lanjut. Kini, postingan tersebut sudah diposting dan dapat diakses melalui Instagram @pemiradiponegoro.
Terakhir, kepada pemilih yang dianggap melakukan ajakan memilih Paslon 02 melalui jarkoman grup kelas. Terdapat beberapa pendapat dari para hakim yang berbeda-beda, seperti tidak adanya dasar hukum yang kuat untuk mengatur sanksi kepada pemilih, Perma Pemira dianggap terlalu mengatur pemilih, hari tenang harusnya dijadikan ajang untuk pemilih menentukan pilihannya, dianggap terlalu privasi, dan tidak ada indikasi yang membuktikan jika tergugat 4 memilih Paslon 02. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, gugatan terhadap tergugat 4 ditolak dan tidak dilanjutkan ke tahap pemeriksaan persidangan.
Putusan Hakim: Konsekuensi Pemotongan Suara
Mengacu pada Perma Pemira Pasal 66 Ayat 3 mengenai pelanggaran atau alur pelanggaran, tergugat 1 melakukan pelanggaran ringan dan dikenai sanksi pemotongan suara sebanyak 10% untuk Paslon 02. Melihat dari porsi dan waktu kesalahannya, TY merasa putusan yang diberikan sudah tepat dan sesuai.
“Putusan dirasa sudah tepat karena tentang adil atau tidaknya itu kan relatif, yang jelas kami selaku TY sudah berusaha untuk senetral mungkin untuk menganalisis permasalahan sesubjektif mungkin,” jelas Naufal saat diwawancarai melalui WhatsApp, (28/12).
Hal yang berbeda disampaikan oleh kuasa hukum paslon 02 dalam press conference yang dilaksanakan pada 23 Desember 2021. Mereka menyayangkan hasil keputusan TY sebab tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Keputusan TY dianggap meninggalkan tanda tanya baru terkait rasionalisasi apa yang menjadi dasar keputusan yang diambil. Dalam press release yang kami terima secara tertulis pada 28 Desember 2021 itu juga disampaikan bahwa mereka turut menyayangkan ketidakhadiran penggugat untuk memberikan penjelasan lebih lanjut.
Tergugat Merasa Dirugikan
Selanjutnya, kami berkesampatan untuk menghubungi tergugat 4 atas nama Baraka dan Rizky. Kepada kami, mereka mengaku terkejut karena secara tiba-tiba mendapatkan Surat Gugatan dari TY pada tanggal 19 Desember melalui pesan pribadi Instagram dan belanjut ke chat pribadi WhatsApp.
“Hingga pada tanggal 20 desember 2021 kami belum mendapatkan kuasa hukum dan ketidakpahaman kami terhadap surat menyurat yang harus dibuat,” jelas Rizky melalui WhatsApp ketika kami wawancarai, (26/12).
Keduanya sedang tidak berada di Semarang, hal tersebutlah yang menjadi alasan mengapa mereka tidak bisa hadir dalam persidangan yang tengah berlangsung saat itu. Gugatan yang masuk atas nama keduanya dirasa merugikan karena melanggar ranah privasi dan tidak ada konfirmasi secara langsung dari anggota grup kelas tersebut.
“Aku di sini ngerasa dirugin banget sih karena nama aku udah kesebar dimana-mana dan ibaratnya citra aku udah buruk karena udah jadi tergugat untuk dasar yang tidak jelas,” ujar Baraka saat diwawancarai Awak Manunggal melalui WhatsApp (25/12).
Rizky berpesan untuk siapapun tetap berhati-hati dalam bertindak, terlebih lagi untuk isu sensitif seperti Pemira. Atas tuduhan pelanggaran yang ditujukan pada keduanya, Rizky menyayangkan pihak yang dilaporkan (keduanya, red) dan pihak yang melaporkan. Meskipun terbukti tidak bersalah, dirinya tetap merasa dirugikan.
“Hal yang melatarbelakangi daripada terlapor juga akan ikut terlibat dan ikut menjadi buruk di mata masyarakat, misalnya jurusan dan fakultas,” tutup Rizky.
Reporter: Dyah Satiti
Penulis: Dyah Satiti
Editor: Fidya