Aksi simbolik bertopeng tikus untuk menyindir petinggi negara yang dilakukan oleh massa aksi pada Kamis (13/04). (Sumber: Manunggal)
Semarangan – Aliansi Masyarakat Sipil Jawa Tengah bersatu menyuarakan aksi demonstrasi pada Kamis (13/4) di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah. Aksi yang bertajuk “UU Cipta Kerja Menyelamatkan Oligarki Menghabisi Demokrasi” ini menyisipkan makna-makna simbolik, seperti berdandan dengan topeng tikus dan melempar tikus ke halaman Gedung DPRD. Simbolisasi ini dimaknai sebagai penguasa yang merampas demokrasi warga negara.
Lika-liku proses penolakan pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja masih menggeliat di Semarang. Aksi ini dipelopori atas dasar ketidakpedulian pemerintah terhadap suara rakyat.
Dengan pengeras suara yang mereka bawa, massa aksi mulai menggaungkan tuntutan mereka. Massa aksi menuntut agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) untuk tidak mengesahkan Perppu Cipta Kerja, menuntut Presiden Jokowi untuk mencabut Perppu Cipta Kerja, dan menuntut Presiden Jokowi beserta DPR RI untuk tunduk terhadap putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Aksi yang dimulai pukul 15.00 WIB ini langsung disambut oleh belasan aparat yang siap sedia dengan kawat besi untuk menghalangi massa aksi menerobos masuk. Hal ini menimbulkan protes berkelanjutan dari massa aksi yang menginginkan adanya audiensi tatap muka dengan DPRD Jawa Tengah sesuai dengan hasil kesepakatan konsolidasi.
Di tengah aksi demonstrasi, massa aksi melempar tikus sebagai sebuah simbolisasi pemerintah dan petinggi negara. Binatang tikus yang erat dengan stigma pencuri dan licik ini diibaratkan sebagai pemerintah yang licik, penuh tipu daya, dan tidak henti-hentinya memeras rakyatnya sendiri untuk kepentingan pribadi.
“Aksi pelemparan tikus menjadi salah satu bentuk kemarahan dan ketidakpuasan rekan-rekan aksi terhadap pengesahan UU Cipta Kerja. Tikus yang dilempar merupakan tikus mati,” ujar Ahmad Akmal Mumtaz selaku koordinator lapangan aksi dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Undip.
Makna dari aksi simbolik ini dikuak oleh Ketua Bidang Kebijakan Publik BEM Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Undip Sena Habibi.
“Dengan satire ‘melempar tikus’ yang dilakukan ini, diharapkan dapat dimaknai secara objektif oleh masyarakat dan dapat menggaungkan tuntutan-tuntutan yang dibawa dalam aksi secara lebih masif. Pengharapan selanjutnya adalah kepedulian masyarakat meningkat, terlebih menyoal isu UU Ciptaker ini.”
Demonstrasi penolakan ini diharapkan mampu didengar oleh pemerintah dan petinggi negara atas pengesahan Perppu Cipta Kerja yang menjadi momok di masyarakat. Tuntutan akan terus digaungkan sampai keadilan dapat dicapai oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Penulis: Adira Khania
Reporter: Adira Khania, Indah Zulayka
Editor: Fahrina Alya Purnomo, Zahra Putri Rachmania