Ambulans Ditunggangi Aparat? Dugaan Jebakan dalam Aksi Tolak RUU TNI

Dugaan penggunaan ambulans dalam insiden penangkapan demonstran di Karawang, pada Selasa, 25 Maret 2025. (Sumber: Era.Id)

Peristiwa – Aksi demonstrasi menolak pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada Selasa (25/3) di Karawang, Jawa Barat, diwarnai dengan dugaan tindakan represif oleh aparat kepolisian. Salah satu insiden yang menjadi sorotan adalah dugaan penggunaan ambulans untuk menjebak demonstran yang membutuhkan pertolongan medis. Kejadian tersebut memicu kecaman dari berbagai pihak, termasuk organisasi mahasiswa dan kelompok advokasi Hak Asasi Manusia (HAM).

Berdasarkan laporan dari unggahan akun Instagram @komiterakyatsipil.karawang, insiden penangkapan demonstran ini terjadi di sekitar Masjid Al Jihad, Karawang. Ambulans yang disediakan untuk memberikan pertolongan medis kepada demonstran diduga digunakan oleh aparat kepolisian untuk menangkap peserta aksi. Seorang demonstran yang mengalami sesak napas akibat gas air mata masuk ke dalam ambulans untuk mendapatkan pertolongan pertama. Namun, menurut laporan yang beredar, beberapa aparat kepolisian turut masuk ke dalam ambulans dan tidak mengarahkan kendaraan tersebut ke rumah sakit, melainkan ke Kepolisian Resor (Polres) Karawang. Selain itu, tim medis dari Humanies Project mengungkap adanya komunikasi mencurigakan sebelum insiden terjadi. Mereka menerima pesan langsung dari seseorang yang meminta ambulans dikirim ke lokasi aksi, tetapi identitas pengirim tidak jelas. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa ada skenario yang telah dirancang untuk menjebak demonstran menggunakan ambulans.

Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Karawang, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Edwar Zulkarnain, membantah tuduhan tersebut dan menyebut kabar mengenai penyalahgunaan ambulans sebagai hoaks. Menurutnya, pihak kepolisian justru berusaha mencari ambulans untuk memberikan pertolongan pertama kepada demonstran yang terluka. Lebih lanjut, Edwar menyatakan bahwa demonstran yang diamankan bukan mahasiswa, melainkan kelompok yang terlibat dalam tindakan anarkis dan perusakan fasilitas umum. Ia menegaskan bahwa pihak kepolisian hanya bertindak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

Di sisi lain, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cakra Indonesia membantah pernyataan Kapolres Karawang. Dadi Mulyadi, Dewan Pembina LBH Cakra Indonesia, menyatakan bahwa prosedur penanganan demonstrasi oleh aparat kepolisian tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dadi menjelaskan bahwa setelah bentrokan antara demonstran dan aparat, para peserta aksi mundur ke halaman Masjid Al Jihad untuk mendapatkan pertolongan medis. Namun, saat hendak dibawa ke rumah sakit menggunakan ambulans yang telah disiapkan, kendaraan tersebut diduga telah dikuasai oleh aparat kepolisian. Akibatnya, bukannya dibawa ke fasilitas medis, para demonstran justru digiring ke kantor kepolisian.

Kasus dugaan penyalahgunaan ambulans oleh aparat kepolisian dalam penanganan demonstrasi bukan pertama kali terjadi. Dalam aksi unjuk rasa menolak RUU TNI di Jakarta, ambulans yang membawa demonstran terluka dilaporkan dicegat oleh aparat, menyebabkan kendaraan tersebut harus memutar balik dan tidak dapat membawa korban ke rumah sakit. Sementara itu, di Surabaya, aksi serupa juga berujung ricuh dengan laporan penganiayaan terhadap peserta aksi.

Penyalahgunaan ambulans dalam situasi darurat dapat melanggar sejumlah regulasi hukum di Indonesia. Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menegaskan bahwa layanan medis, termasuk ambulans, harus bebas dari campur tangan pihak yang tidak berkepentingan dalam penanganan medis. Selain itu, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM menjamin hak warga negara untuk mendapatkan perlindungan dari perlakuan sewenang-wenang, termasuk dalam aksi demonstrasi yang dilindungi oleh UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Penggunaan ambulans untuk kepentingan selain layanan medis tidak hanya melanggar regulasi nasional tetapi juga melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan yang dijamin dalam Konvensi Jenewa.

Tindakan ini bukan sekadar dugaan pelanggaran prosedural, tetapi juga ancaman terhadap kebebasan sipil yang semakin menyempit di Indonesia. Jika benar aparat menggunakan ambulans sebagai jebakan, maka hal ini mencerminkan strategi represif yang tidak hanya membahayakan demonstran tetapi juga tenaga medis yang bekerja di lapangan. Jika negara tidak bertindak, maka kepercayaan publik terhadap institusi hukum akan terus tergerus, dan demokrasi hanya akan menjadi slogan kosong tanpa makna.

Penulis: Salsa Puspita

Editor: Nuzulul Magfiroh, Nurjannah

Referensi: 
Admin. (2025, March 27). Mobil Ambulance Pendemo di Bajak, Polisi Sebut itu Hoaks, Begini Penjelasan LBH Cakra Indonesia. Tinta Merah. https://tinta-merah.net/mobil-ambulance-pendemo-di-bajak-polisi-sebut-itu-hoaks-begini-penjelasan-lbh-cakra-indonesia/

Aparat Diduga Pakai Ambulans untuk Jebak Demonstran Tolak RUU TNI, Korban Dibawa ke Polres Bukan RS. (2025, March 29). presisi.co. https://presisi.co/read/2025/03/26/15807/aparat-diduga-pakai-ambulans-untuk-jebak-demonstran-tolak-ruu-tni-korban-dibawa-ke-polres-bukan-rs

Instagram. (n.d.). https://www.instagram.com/progresip_/p/DHqg2SYp9cd/?img_index

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top