Presiden sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto saat berpidato di HUT di Partai Gerindra ke-17 di Sentul International Convention Center (SICC) pada Sabtu (15/2) (Sumber: BBC News Indonesia).
Opini — Pemahaman mengenai komunikasi efektif bertujuan agar komunikan dapat dipahami maksud dan tujuan ucapannya. Hal ini berlaku kepada seluruh lapisan entitas di dunia, terutama seorang pemimpin. Pemimpin harus mengerti bahwa seluruh lapisan masyarakat memiliki isi kepala berbeda dalam menanggapi kebijakan yang telah ditetapkan.
Sesungguhnya, luapan tanggapan masyarakat mengenai ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah memang kadang membuat runyam isi kepala pemimpin. Mungkin, inilah yang dirasakan oleh Presiden Republik Indonesia (RI) Periode 2025-2029, Prabowo Subianto. Kala banyak kritik menghujani, Prabowo turut juga melontarkan sarkasme sebagai jawaban.
Sebagai contoh, mari kita intip pada acara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-17 Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) di Sentul City International Convention Center pada Sabtu (15/2). Melansir dari BBC News Indonesia, di atas podium, sang presiden menanggapi kritik mengenai gemuknya kabinet Merah-Putih yang memiliki 48 kementerian dengan, “ada orang pintar, bilang, kabinet ini kabinet gemuk, terlalu besar… ndasmu.”
Melihat dari hal ini, Prabowo terdengar seakan resistans terhadap kritik yang dilontarkan mengenai kepemimpinannya. Tidak sekali dua kali Prabowo terlihat defensif dengan menyebut ndasmu dalam menanggapi kritik, baik untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) maupun saat dituding sebagai cawe-cawe Joko Widodo, mantan presiden Indonesia periode 2019-2024.
Hal ini tentu saja menuai banyak respons dari seluruh lapisan masyarakat. Mereka mempertanyakan, bagaimana bisa seorang pemimpin melontarkan kata yang dinilai kurang pantas di depan forum besar? Hal ini menjadi penting karena kata-kata pemimpin bukan hanya sebatas spontanitas ekspresi pribadi, tetapi dapat membentuk persepsi publik mengenai bagaimana seorang presiden berkomunikasi.
Gaya komunikasi seorang pemimpin memang selalu menjadi buah bibir masyarakat. Ada yang menilai bahwa seorang pemimpin harus memiliki kesan yang kuat, lugas, maupun blak-blakan. Namun, di sisi lain terdapat pemikiran bahwa seorang pemimpin sudah seharusnya tidak mengindahkan kritik atau gangguan yang tidak substansial. Pemimpin sudah seharusnya punya kebijaksanaan dalam memilah kata untuk disampaikan dan menghindari provokasi.
Sebagai pemimpin, sudah seharusnya mempunyai tutur kata yang tepat untuk disampaikan saat rakyat menyampaikan keluh kesahnya. Presiden seharusnya dapat membangun citra di mata publik dengan menunjukkan kredibilitas sebagai seorang pemimpin negara. Melalui kata yang kurang pantas diucapkan di muka umum, seorang pemimpin dapat kehilangan kepercayaan sehingga kritik akan senantiasa terlontar sedemikian rupa.
Pemimpin dalam berkomunikasi menunjukkan karakter sekaligus arah politik yang akan datang. Apabila pemimpin menunjukkan rasa emosional dan impulsivitas yang lebih tinggi dibandingkan wibawa dan bijaksana dalam menanggapi kritik, maka keraguan publik akan muncul.
Kritik terhadap pemimpin dan pemerintah tidak melulu bersifat destruktif dan ditujukan untuk menyerang. Hal ini melainkan sebagai wujud keterlibatan masyarakat dalam keberlangsungan demokrasi Indonesia. Pemimpin seharusnya pasang telinga agar seluruh arah kebijakan yang telah ditetapkan dapat menyongsong kemajuan.
Sulitnya telinga pemimpin untuk mendengar keluh-kesah rakyat dapat menjadi ancaman bagi kesejahteraan negara. Buih-buih demokrasi akan melebur seraya masyarakat ditekan dengan ancaman sana-sini. Ruang diskusi dengan masyarakat ditutup, komunikasi nihil, serta tidak adanya suara yang didengar dapat mengancam hidup masyarakat banyak.
Pada akhirnya, seorang pemimpin harus memperhatikan gaya komunikasi di ruang publik. Pemimpin seharusnya dapat menanggapi kritik sebagai bentuk evaluasi, bukan sebagai wujud ancaman yang mengolok pemerintahan. Komunikasi politik yang cerdas, bijak, dan berorientasi pada solusi harus menjadi standar utama bagi setiap pemimpin. Dengan demikian, pemimpin bukan hanya mengenai siapa yang paling lantang berbicara, tetapi siapa yang paling mampu mendengarkan, memahami, dan mengambil tindakan nyata bagi kesejahteraan rakyatnya.
Penulis: Dhini Khairunnisa
Editor: Nurjannah, Nuzulul Magfiroh
Referensi
BBC News Indonesia. (2025, Februari 18). Presiden Prabowo sebut ‘ndasmu’ terhadap pengritiknya – ‘Kritik terbuka seolah-olah musuh’. Diakses pada (27/3) dari Prabowo sebut ‘ndasmu’ terhadap pengritiknya – ‘Kritik terbuka seolah-olah musuh’ – BBC News Indonesia.
Tempo.co. (2025, Februari 18). HUT Gerindra: Prabowo Sempat Menjawab Kritik dengan Kata Bahasa Jawa, Maknanya?. Diakses pada (27/3) dari HUT Gerindra: Prabowo Sempat Menjawab Kritik dengan Kata Bahasa Jawa, Maknanya? | tempo.co.