Opini – Terbitnya Surat Edaran (SE) Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Nomor 634/UN7.A1/KM/VIII/2023 perihal Ketentuan Kegiatan Kemahasiswaan di Lingkungan Universitas Diponegoro memicu kritik dari kalangan mahasiswa.
Pasalnya, kebijakan dalam SE tersebut melarang organisasi kemahasiswaan (ormawa) untuk melibatkan mahasiswa baru (maba) dalam rentang waktu satu tahun.Â
Alasannya sederhana dan tidak bertele-tele, pihak kampus berupaya menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti perpeloncoan, kekerasan fisik, hingga kekerasan seksual.
Memang sudah seharusnya Rektor peduli akan mahasiswa baru terkait masalah perpeloncoan dan kekerasan seksual, tetapi alangkah lebih baiknya jika kampus mampu mencegah hal-hal tersebut melalui pencerdasan kepada panitia atau sigap melakukan pengawasan. Bukan hanya disayangkan, namun kebijakan yang dibuat seakan membatasi kegiatan mahasiswa.
Sejatinya, ormawa merupakan perpanjangan tangan kampus. Segala kegiatan yang disiapkan tentu saja telah melewati analisis kebutuhan dan pertimbangan. Sangat disayangkan apabila seluruh kegiatan yang telah dipersiapkan oleh ormawa harus batal karena adanya larangan untuk melibatkan mahasiswa baru.Â
Tentu, dalam mempersiapkan kegiatan yang diorientasikan sebagai wadah pengembangan bagi mahasiswa baru tidaklah mudah. Panitia telah mengeluarkan tenaga, waktu, dan bahkan materi demi kelancaran kegiatan.
Tak hanya larangan keterlibatan maba dalam kegiatan yang diselenggarakan ormawa, bahkan surat edaran tersebut juga melarang adanya pemberian tugas dan aturan berbusana (dress code). Ormawa tentu saja telah mempertimbangkan pemberian tugas berdasarkan urgensi dan output-nya, bukan sekadar tugas tanpa manfaat yang justru membebani maba.Â
Pengaturan dresscode pun sudah tidak seperti Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) zaman dulu yang mewajibkan maba memakai pakaian aneh-aneh. Justru adanya aturan busana secara formal, maba tahu batasan dalam berpakaian di dunia kampus dan dapat melatih kedisiplinan mereka.
Isi yang terkandung dalam surat edaran tersebut tidak perlu ditafsirkan secara kaku. Seluruh kegiatan ormawa yang melibatkan maba tidak serta-merta dilarang, melainkan harus dipertimbangkan lagi berdasarkan kejelasan tujuan dan pengawasan kegiatan tersebut.Â
Pihak kampus menindak secara tegas bagi ormawa yang melakukan pelanggaran dapat berujung pada sanksi pencabutan, bahkan bisa berdampak drop out (DO) bagi individu yang melanggar.
Tentu pemberian sanksi akan berdampak bagi keberjalanan ormawa itu sendiri. Tak hanya itu, mahasiswa yang mendapatkan sanksi DO pun tidak lagi bisa mengenyam bangku kuliah. Pihak kampus sebaiknya mempertimbangkan kembali sanksi pelanggaran tersebut, kecuali jika ormawa maupun individu di dalamnya melakukan tindak kriminal.Â
Reporter : Nuzulul Magfiroh
Penulis : Nuzulul Magfiroh
Editor : Fahrina Alya Purnomo